Manusia adalah makhluk yang sanggup
berkomunikasi lewat bahasa dan berbicara. yang lebih mencirikan hakikat manusia
sebagai manusia penuh adalah kepandaian dan keterampilan dalam berbicara. Pengetahuan
bahasa saja belum cukup! Kebesaran dan kehebatan seseorang sebagai manusia juga
ditentukan oleh kepandaiannya dalam berbahasa, keterampilannya mengungkapkan
pikiran secara tepat dan meyakinkan. Seni
keterampilan berbicara sering disebut dengan Retorika.
Persoalan berbicara tak dapat dilepaskan sejak sejarah manusia
mulai diperkenalkankan. Bahkan Allah SWT memiliki sifat kalam
artinya Maha Berfirman. Itulah sebabnya Nabi Musa ketika lidahnya kurang begitu
fasih berbicara, maka Allah membimbing dia dengan seubua doa: rabbis rahli shadri wayassirli amri wahlul uqdatam
millisani yafqahu qauli
(QS. Thaha (20).
Sebagai umat Islam,
kita diberi tanggung jawab untuk berdakwah, mengajak kepada kebaikan dan
menjauhi keburukan sesuai ajaran Islam. tapi ketika kita berdakwah atau
berbicara dengan orang lain, terkadang apa yang kita sampaikan membuat orang
tersinggung, bahkan merasa antipati terhadap saran atau nasihat kita. Sesuatu yang sesungguhnya baik bila
disalapahami atau bahkan dianggap buruk jika disampaikan secara tidak tepat. Maka
seni berbicara (retorika) menjadi penting.
Dalam berkomunikasi khususnya dakwah,kita
harus bisa mengerti keadaan orang itu. Dalam perkataan juga harus mempunyai
etika, lembut, baik, benar dan rendah hati serta tidak tergesa-gesa dan
terkesan memaksakan kehendak, karna untuk merubah seseorang ke hal yng baik itu
membutuhkan proses dan bimbingan.
Lalu, apakah ada
hadits yang membahas tentang bagaimana seni berbicara (retorika) ? Untuk itu,
dalam makalah ini penulis akan memberikan beberapa hadits yang sekiranya bisa
dijadikan landasan atau acuan bagaimana beretorika dalam islam sebagai proses
dakwah
III
A. SENI BERBICARA
DALAM DAKWAH
1.
Definisi Seni Berbicara (retorika)
seni berbicara (Retorika)
adalah suatu gaya/teknik berbicara baik yang dicapai berdasarkan bakat alami
(Talenta) dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai
kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar
manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara secara lancar tanpa
jalan fikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk
berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika mencakup
ingatan yang kuat , daya kreasi dan fantasi yang tinggi ,teknik pengungkapan
yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Ber-retorika juga
harus dapat dipertanggung jawabakan disertai pemilihan kata dan nada bicara
yang sesuai dengan tujuan, ruang, waktu, situasi, dan siapa lawan bicara yang
dihadapi.
Titik tolak retorika
adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada
seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya
memberikan informasi atau memberi informasi). Berbicara adalah salah satu
kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan setua umur bangsa
manusia. Bahasa dan pembicaraan ini muncul, ketika manusia mengucapkan dan
menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
Dalam berdakwah, seni berbicara (retorika)
dapat diartikan dengan teknik dan kepandaian menyampaikan ajaran Islam secara
lisan guna terwujudnya situasi dan kondisi yang Islami seperti yangdikehendaki
oleh Allah dan Rasulnya.
2. Urgensi Seni Berbicara
(retorika)
Seni berkomunikai, yang dalam pembahasan ini
adalah seni berbicara (Retorika) dibutuhkan dalam medan kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain, atau dengan kata lain; retorika adalah suatu
penunjang terjalinnya suatu komunikasi di dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Tujuan kita adalah pelaksanaan komunikasi islam sebagai suatu dakwah, dimana
dengan seni dan kepandaian berbicara kita berusaha mempengaruhi orang lain,
supaya mereka dapat mengalihkan pikirannya dari pikiran- pikiran yang munkar
kepada pikiran-pikiran yang sesuai jalan Allah, juga termasuk ideologi, pengetahuan,
perilaku dan perbuatannya.
Salah satu faktor komunikasi adalah lisan,
yakni berbicara secara langsung kepada massa yang dihadapi. Meskipun timbul
berbagai alat komunikasi(media) yang lebih modern, namun retorika masih tetap
menjadi keharusan. Bicara masih sangat dominan disamping adanya amalan kerja
atau konkrit. Berbicara yang baik dan tepat, dapat memberikan warna didalam
setiap pembicaraan, akan sangat mempengaruhi jiwa pendengar, dapat menggetarkan
jiwa mereka, membuat mereka sedih, marah, bersemangat, sadar, dan lain- lain
sikap yang dapat timbul.
Maka oleh karena itu, kecakapan bicara yang
dapat mempengaruhi serta dapat menggetarkan jiwa manusia, hingga dapat berbuat
sesuai dengan tujuan yang akan kita capai, adalah merupakan suatu seni. Demikianlah,
maka didalam melakukan komunikasi Islam-pun perlu dilengkapi dengan seni
berbicara. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya retorika dalam berkomunikasi.
B. SENI BERBICARA
(RETOROIKA) DALAM PRAKTIK
Penyampaian ajaran islam secara lisan umumnya
dilakukan dengan ceramah, pidato, atau khutbah, meskipun ada juga yang dalam
bentuk dialog. Untuk bisa berceramah dan berkhutbah dengan baik, ada tiga
bagian yang
hendak kita bahas, yaitu :
1.
Persiapan
Apapun kegiatan yang hendak kita lakukan,
persiapan merupakan sesuatu yang amat penting. Dalam berceramah atau berdakwah,
persiapan menjadi lebih penting lagi bagi pemula atau siapa saja yang belum
berpengalaman. Adapun langkah- langkah yang harus dipersiapkan adalah sebagai
berikut.
a.
Mentalitas yang memadai
Persiapan mental dalam berdakwah
(ceramah/pidato) adalah dengan menumbuhkan kedalam jiwa kita rasa percaya diri
yang tinggi.
b.
Memahami latar belakang jamaah
Memahami latar belakang jamaah memiliki arti
yang sangat penting agar kita tahu gambaran keadaan jamaah. Dari sini kita bisa
menentukan tema apa yang perlu diangkat atau disinggung.
Ali bin Abi Thalib berkata :
حد ثوا الناس بما يعرفون اتحبون ا ن يكذبون الله
ورسوله
“Berbicaralah dengan orang sesuai dengan
tingkat kemampuan mereka, apakah engkau suka Allah dan Rasulnya didustakan ?”
Dari Aisyah ra, beliau berkata :
امرنا رسول لله صلى ا لله عليه وسلم ان ننزل النا س منا زلهم
“Rasulullah SAW
Memerintahkan kepada kami untuk menempatkan manusia sesuai kedudukannya”
c.
Menentukan masalah
Ceramah yang baik adalah ceramah dengan
permasalahan atau pembahasan yang jelas, sehingga ceramah itu sendiri tidak
simpang siur, karena punya target pembahasan yang jelas.
d.
Mengumpulkan bahan
Setelah tema ditentukan, langkah berikutnya
adalah mengumpulkan bahan agar pembahasan materi ceramah bisa disampaikan
dengan wawasan yang luas dan ilustrasi yang tepat.
e.
Menyusun sistematika
Untuk memudahkan pembahasan perlu disusun
sistematika uraian materi pembahasan dengan sub-sub bahasan berikut dalil dan
data lainnya yang menguatkan argumentasi.
f.
Menjaga dan mempersiapkan kondisi fisik
Diamping kesiapan akal dengan mengusai materi
yang hendak dibahas, seorang penceramah juga harus menjaga dan juga
mempersiapkan kondisi fisiknya agar tetap prima selama berlangsungnya ceramah.
Demikian juga dengan penggunaan pakaian yang pantas untuk dikenakan agar
menyenangkan mata orang yang memperhatikan sehingga menjadi enak dilihat.
2.
Pelaksanaan
dakwah (pidato/ceramah)
Setelah persiapan dilaksanakan dengan baik,
maka berikutnya adalah bagaimana penampilan saat berdakwah (pidato/ceramah),
beberapa hal berikut menjadi sesuatu yang harus diperhatikan.
a.
Tampil mengesankan
Meskipun dalam dakwah kita menuntut jamaah
untuk menggunakan prinsip “ perhatikan apa yang dibicarakan, jangan perhatikan
siapa yang berbicara”, namun penampilan yang mengesankan tetap diperlukan.
Misalnya dengan wajah ceria dan tutur kata yang baik, sebagaimana dalam hadits
:
وعن ا بى ذ ر رضى الله عنه قال : قال لى رسول
الله صلى الله عليه و سلم : لا تحقرن من ا لمعروف شيئا ولو ان تلقى اخا ك بوجه
طليق. (رواه مسلم)
"Dari Abu Dzar ra, ia berkata : Rasulullah bersabda kepada
saya : “ jangan sekali- sekali meremehkan perbuatan baik, walaupun menyambut
saudaramu dengan muka ceria”. (HR. Muslim)
وعن عدى بن حا تم رضى ا لله عنه قال : قال رسول
ا لله صلى ا لله عليه وسلم : ا تقو ا النا ر ولو بشق تمر ة . فمن لم يجد فبكلمة طيبة (متفق عليه)
“ Dari Adiy bin Hatim ra, ia berkata
:Rasulullah SAW bersabda : “takutlah kalian terhadap api neraka, walau hanya dengan
menyedekahkan separuh biji kurma. Apabila tidak mendapatkannya, cukup dengan
berkata yang baik” ( HR. Bukhori dan Muslim)
b.
Menguasai forum
Penceramah (da’i) Terlebih dahulu menguasai
dirinya sendiri agar tidak gugup atau grogi. Setelah itu, Insya Allah akan
mudah untuk menguasai forum.
Sabda Rasulullah SAW :
“sesungguhnya Allah sangat senang jika salah
seorang diantara kamu melakukan sesuatu dengan cara yang tekun(profesional).
Sebagaimana yang disebutkan, sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat sebaik
mungkin dalam segala sesuatu”
c.
Jangan menyimpang
Penceramah harus tetap berpijak pada tema yang
sudah dipersiapkan, jangan sampai melebar terlalu jauh dengan membahas hal- hal
yang tidak direncanakan untuk dibahas.
Diriwayatkan ada seorang Arab Badui berbicara
dihadapan Rasulullah dengan panjang lebar, maka beliau bersabda :
و ا ن ا لله عز و جل يكره الا نبغا ق فى ا
لكلام،فنضر ا لله و جه ه مرئ او جز فى كلا مه فا قتصر على حا جته
“ sesungguhnya Allah Azza
wajalla membenci berlebih- lebihan dalam pembicaraan. Semoga Allah SWT
menerangi wajah seseorang yang mempersingkat pembicaraan sehingga dia meringkas
kadar keperluan”
d.
Gaya yang orisinil
Penceramah sebaiknya menggunakan gayanya
sendiri. Jangan meniru orang lain. Hal ini akan mempermudah ceramahnya,
sekaligus dapat menjaga wibawanya.
e.
Bersikap sederajat
Saat berdakwa (ceramah), sebaiknya bersikap
sederajat, jangan terlalu menggurui.karena itu, dalam menyampaikan pesan,
gunakanlah istilah “kita” bukan “anda”, apalagi “kalian”.
f.
Mengatur intonasi
Ceramah yang menarik adalah ceramah yang
nadany naik turun. Tidak datar terus atau tidak tinggi terus menerus, apalagi
bila dalam ceamah berkisah tentang dua orang yang berdialog, tentu hrus dapat
dibedakan suara antara tokoh yang satu dengan yang lain.
g.
Mengatur tempo
Dalam memberikan ceramah, seorang penceramah
hendaknya mengatur tempo pembicaraan sehingga antara kalimat yang satu dan
kalimat berikutnya diberikan jarak. Dari sini seorang penceramah tidak
berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat.
h.
Memberi tekanan
Kalimat yang amat penting untuk dipertegas
kepada pendengar, harus diberi tekanan dengan cara mengulang- ulang, dengan
begitu jamaah mendapat kejelasan yang memadai.
وعن عا ئسة رضى ا لله عنها قا لت : كا ن كلا م
رسول ا لله صلى ا لله عليه و سلم كلا م
فصلا تفهمه كل من يسمعه (رواه ابو داود)
"Dari Aisyah ra, ia berkata : “perkataan Rasulullah adalah
ucapan yang sangat jelas, jika orang lain mendengarnya, pasti dapat
memahaminya”. (HR. Abu Daud)
i.
Memelihara kontak dengan jamaah
Ceramah yang sudah berlangsung lebih dari 30
menit biasanya melelahkan jamaah. Oleh karena itu, kontak dengan jamaah jangan
sampai terputus, misalnya dengan bertanya, memberi humor yang segar dan
relevan.
j.
Pengembangan bahasan
Untuk menambah daya tarik dalam pembahasan,
diperlukan pengembangan bahasa. Pertama, penjelasan, yakni keterangan
tambahan yang sederhana dan tidak terlalu rinci. Kedua, memberikan
contoh yang relevan dengan pembahasan sehingga masalah yang dibahas akan
menjadi tambah jelasbdan konkret. Ketiga, memberikan analogi, yaitu
perbandingan antara dua hal, baik untuk menunjukkan persamaan maupun perbedaan.
Keempat, memberikan testimoni, yakni mengutip, baik ayat, hadits, kata
mutiara, keterangan para ahli, buku, dll.
k.
Memberi kesimpulan
Bila diperlukan, penceramah dapat memberikan
kesimpulan dari uraiannya, lalu lanjutkan dengan kalimat penutup
3.
Langkah- Langkah Sesudah Berdakwah
(pidato/ceramah)
Meskipun ceramah sudah berlangsung dengan baik
menurut sang penceramah, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama,
turun dari podium dan berbicara dengan tenang menuju tempat duduk semula. Kedua,
kalau perlu mencari informasi tentang respons jamaah. Ketiga,
mengevaluasi ceramah yang sudah disampaikan.
Demikianlah secara umum dakwah (ceramah)yang
baik. Bagi yang ingin pandai berceramah tentu saja harus banyak berlatih, baik
sendiri atau bersama- sama. Untuk mudah mengeluarkan kata- kata yang baik tentu
harus memiliki banyak perbendaharaan kata- kata dan hal itu dapat diperoleh
melalui banyak membaca maupun banyak mendengar retorika orang lain.
C. KESAN SENI
BERBICARA (RETORIKA) RASULULLAH SAW
Pada diri Rasulullah SAW terdapat contoh yang
baik dalam seni berbicara atau pidato (retorika). Rasulullah adalah seorang
orator yang ulung yang dapat memikat hati para pendengar (audience) atau
umatnya. Kata- katanya ringkas tetapi padat, berapi-api yang dapat
membangkitkan semangat perjuangan bagi para sahabat dan umatnya. Nabi sukses
dalam retorikanya, antara lain karena beliau praktis dalam melaksanakan
keharusan- keharusan yang mesti dilakukan oleh orator.
1. Perhatian terhadap auditorium dan audience
Auditorium adalah tempat menyampaikan
pembicaraan dakwah atau ceramah, biasanya dilakukan didalam ruangan(masjid)
atau di ruang terbuka (lapangan). Seorang da’i, harus teliti memperhatikan
masalah auditorium karena sangat mempengaruhi kemantapan para audience (mad’u)
dalam menerima pelajaran atau pesan dakwah. Untuk itu kebersihan dan kenyamanan
auditorium harus benar- benar diperhatikan. Rasulullah, menyuruh mebersihkan
masjid dan menjauhkan segala bau yang kurang sedap, malah lebih dari itu masjid
harus dijauhkan dari tempat- tempat pembuangan sampah.
Didalam memberikan dakwah, Rasulullah cukup
serius memperhatikan audience, dimana beliau dapat menilai siapa- siapa hanya
setengah- setengah, dan siapa- siapa yang acuh tak acuh. Menurut riwayat
Bukhari dari Abu Waqi Ak- Laitsi, antara lain : sewaktu Nabi sedang duduk dalam
masjid bersaMa dengan orang banyak, datang tiga orang umat. Yang dua orang
masuk ke dalam masjid dan memasuki majlis Rasulullah dan satu orang lagi tidak
turut masuk. Keduanya berdiri, yang seorang lagi duduk saja dibelakang orang
banya. Setelah Rasulullah selesai berbicara dan ketiga orang tadi berlalu, maka
beliau berkata : “ yang seorang mencari tempat kepada Allah, maka diberi
tempat kepadaAllah, yang seorang lagi
merasa malu, maka malu pula Allah kepadanya, dan yang lain membelakangi saja,
maka Allah membelakangi pula padanya”.
2.
Podium dan audience
Agar pembicara (da’i) lebih menonjol tempatnya
dari para audience, maka Rasulullah sendiri telah menggunakan podium (mimbar)
yang terbuat dari kayu. Mengenai posisi podium dan posisi audience di zaman
Nabi, dijelaskan dalam Hadits :
عن ابي سعيد الخدرى قال : ان انبي ص . م خلس ذات يوم على المنير وجلسنا حوله.
“ dari Abu Sa’id Al- Khudri katanya :
sesungguhnya Nabi SAW pada suatu hari duduk diatas mimbar dan kami duduk
mengelilinginya.” (HR Bukhari)
Dengan posisi yang dijelaskan oleh hadits
tersebut, memungkinkan para pendengar bisa menangkap materi dakwah dengan
sebaik- baiknya.
3.
Isi pidato (pesan dakwah)
Menurut riwayat Ibnu Majah, beliau menjelaskan
apabila Rasulullah akan memulai suatu pembicaraan atau ketika Rasulullah naik mimbar, selalu meberi salam.
Dengan keterangan diatas, menunjukkan bahwa
sunah pidato itu mulai dengan salam, kemudian puji- pujian kepada Allah dan
Tasyahud lalu memasuki materi dakwah.
قال جا بر :كا ن رسو ل لله ص م يحطب قائماويجلس
بين الخطبتين ويقراءاياتويذكر الناس.
“ Telah berkata Jabir : Adalah Rasulullah SAW Berkhotbah dengan
berdiri, dan ia duduk diantara dua khotbah dan ia baca beberapa ayat dan ia
ingatkan manusia” (HR Ahmad dan Muslim)
Jika Nabi berkhotbah, biasanya tidak panjang
tidak bertele- tele, melainkan pendek tetapi padat dan mudah dipahami. Dalam hadits
dijelaskan :
قال جابر: كان رسول لله ص م. لايطيل الموعظة
اليوم الجمعة انما هو كلمات بسيراة.
“Telah
berkata Jabir : adalah Rasulullah SAW tidak memanjangkan nasihat pada hari
Jum’at Khotbahnya itu hanya beberapa kalimat yang mudah”. (HR Abu Dawud)
Adapun
tentang sikap pembicara (da’i) :
“telah berkata Jabir : Adalah Rasulullah bila
berkhotbah,merah dua matanya dan keras suaranya dan sangat berangnya, sehingga
seolah- olah beliau seorang pemimpin tentara yang berkata : Ingat ! musuh akan
menyerang kamu pada waktu pagi dan pada waktu petang” (HR Muslim).
Riwayat ini menunjukkan bahwa sikap dan sifat Nabi dikala
berpidato yang menggambarkan semangat beliau yang berapi-api.
Didalam
retorika modern dijelaskan adanya “Repetition” yaitu hukum ulangan,
sebagai contoh : pukullah-pukullah untuk kedua kalinya dengan keras dan terus
pukul,akhirnya akan menjadi keyakinan.
Mengenai
hal ini Rasulullah bersabda :
عن انس عن النبى ص م انه كا ن ا ذا تكلم بكلمة ا
عا د ها ثلا ثا حتى تفهم
“ Dari Anas : Sesungguhnya Nabi apabila mengucapkan suatu
kata-kata diulangnya sampai tiga kali, sehingga orang mengerti maksudnya” (HR Bukhari)
Mengulang perkataan tiga kali, tentu tidak
terus menerus, tetapi hanya pada suatu keadaan yang dipandang perlu, supaya
audience benar- benar mengerti.
Sedangkan untuk menjaga kebebasan audience,
diterangkan :
“ Dari Abu Wail, katanya : Abdullah bin Umar
memberi pelajaran kepada orang- orang banyak pada tiap- tiap hari kamis. Ada
seorang lelaki berkata : Hai Abu Abdurrahman ! saya mengharap supaya tuan
mengajar kami tiap hari, jawab Abdullah : sesungguhnya yang menjadi halangan
ialah, karena nanti akan membuat tuan- tuan bosan (jemu). Saya suka memilih
waktu yang baik untuk memberi pelajaran, sebagaimana Nabi juga memilih waktu
yang baik untuk mengajar kami, menjaga supaya kami jangan bosan”. (HR Bukhari)
Dari riwayat ini dapat diambil pelajaran,
bahwa kitta hendaknya memahami jiwa massa, yakni mengerti batas kesanggupan
audience (mad’u) didalam menerima dakwah (mendengarkan ceramah), jangan sampai
mad’u merasa bosan.
Oleh karena itu perlu menetapkan waktu yang
tepat, didalam mengadakan suatu ceramah atau komunikasi. Demikian juga lebih
baik pembicaraan dihentikan sebelum audience (mad’u) menjadi jemu. Adapun
audience yang sudah jemu masih teus di isi atau diberi ceramah, akan menimbulkan
antipati, yang sudah barang tentu akan merugikan komunikator (da’i).
IV.
SIMPULAN
Kecakapan bicara yang dapat mempengaruhi serta dapat
menggetarkan jiwa manusia, hingga dapat berbuat sesuai dengan tujuan yang akan
kita capai, adalah merupakan suatu seni. Demikianlah, maka didalam
melakukan komunikasi Islam-pun perlu dilengkapi dengan seni berbicara
(retorika).
Penyampaian ajaran islam secara lisan umumnya
dilakukan dengan ceramah, pidato, atau khutbah, meskipun ada juga yang dalam
bentuk dialog. Untuk bisa berdakwah dengan baik, ada tiga bagian yang hendak
kita bahas, yaitu :
1.
Persiapan, meliputi : Mentalitas yang memadai, Memahami
latar belakang jamaah, Menentukan masalah, Mengumpulkan bahan, Menyusun
sistematika, serta Menjaga dan mempersiapkan kondisi fisik.
2.
Pelaksanaan dakwah
(pidato/ceramah), diantaranya : Tampil mengesankan, Menguasai forum, Jangan
menyimpang, Gaya yang orisinil, Bersikap sederajat, Mengatur intonasi, Mengatur
tempo, Memberi tekanan, Memelihara kontak dengan jamaah, Pengembangan bahasan,
Memberi kesimpulan.
3.
Langkah- Langkah Sesudah Berdakwah (pidato/ceramah),
yaitu : Pertama, turun dari podium dan berbicara dengan tenang menuju
tempat duduk semula. Kedua, kalau perlu mencari informasi tentang
respons jamaah. Ketiga, mengevaluasi ceramah yang sudah disampaikan.
Pada diri Rasulullah SAW terdapat contoh yang
baik dalam seni berbicara atau pidato (retorika). Rasulullah adalah seorang
orator yang ulung yang dapat memikat hati para pendengar (audience) atau
umatnya. Kata- katanya ringkas tetapi padat, berapi-api yang dapat
membangkitkan semangat perjuangan bagi para sahabat dan umatnya. Nabi sukses
dalam retorikanya, antara lain karena beliau praktis dalam melaksanakan
keharusan- keharusan yang mesti dilakukan oleh orator.
V.
PENUTUP
Demikian makalah Hadits Seni Berbicara yang
dapat kami susun. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan,
karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya. Terima kasih, semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA