Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, berkat kenikmatan, petunjuk dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Model-model Pesantren”
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada guru peradaban dan uswah hasanah kita Nabi Muhammad SAW. pada keluarganya, Shahabat sampai pada kita selaku pengikut-Nya yang senantiasa mengikuti Risalah-risalah-Nya
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang diakibatkan masih adanya keterbatasan dari segi ilmu pengetahuan yang di miliki tetapi ini menjadi motivasi penulis bahwa dalam hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk meningkatkannya di kemudian hari, oleh karena itu kritik dan saran untuk membangun sekiranya sangat diperlukan untuk perbaikan dan pembelajaran dimasa yang akan datang.
Garut, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………... i
Daftar Isi………………………………………………………………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah…………………………………………………. 1
Batasan Masalah…..…………………………………………………….. 1
Tujuan Masalah………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren ............................................................................ 2
B. Tipologi Atau Model-model pesantren……………………………………… 3
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 11
DAFTAR PUSTAKA 12
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana ,sampai dengan tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Salah satunya adalah pesantren.
Pesantren merupakan institusi yang banyak dipuji orang, khususnya masyarakat muslim, demikian juga dengan keberadaan Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia. Namun di saat yang sama sering pula mendapat kecaman dan dilabelkan sebagai institusi yang banyak “menghambat” kemajuan Islam. Kontroversi mengenai pesantren seperti itu secara tidak langsung telah menempatkan pesantren sebagai institusi yang cukup penting untuk selalu diperhatikan. Pandangan positif akan menempatkan kontroversi tersebut sebagai peluang untuk memperkuat peran pesantren itu sendiri.
Sekilas apabila diperhatikan, era globalisasi yang dijumpai masyarakat ternyata lebih memperkuat perhatian orang terhadap pesantren. Di antara penyebabnya adalah dimungkinkan karena adanya semangat untuk mencari pendidikan alternatif . Era global seakan mengharuskan seseorang atau bahkan kepada komunitas masyarakat secara luas untuk mencari, menggali dan mengembangkan pendidikan alternatif tersebut dan sekaligus untuk memperbesar peluang keunggulan terutama yang terkait dengan peran pesantren, madrasah dan sekolah Islam yang ada di Indonesia ini.
Berdasarkan pemikiran diatas,maka makalah ini mencoba menjelaskan pengertian pesantren dan tipologi atau model-model pesantren.
BATASAN MASALAH
Batasan masalah pada makalah ini meliputi :
Apa yang dimaksud dengan pesantren ?
Apa saja dan bagaimana tipologi atau model pesantren itu ?
TUJUAN MASALAH
Tujuan masalah pada makalah ini meliputi :
Untuk mengetahui pengertian pesantren
Untuk mengetahui tipologi atau model-model pesantren
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Pondok Pesantren
Zamachsjari Dhofier mendefinisikan pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama. Dengan maksud yang sama, Haidar Putra Daulay mengartikan sebagai hotel, tempat bermalam. Baik Dhofier maupun Haidar menyengaja menggunakan kata hotel karena pondok bagi santri merupakan tempat tinggal sewaktu tholabul ‘ilmi. Sebuah pesantren idealnya memiliki tempat tinggal sebagai ajang komunikasi antara santri dan kyai.
Sedangkan pesantren, Dhofier mengatakan berasal dari kata santri yang diawali dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti sebagai tempat tinggal para santri. Sementara Manfred Ziemek, sebagaimana di kutip oleh Haidar Putra Daulay menguatkan dengan menyatakan secara etimologi pesantren adalah pesantrian yang berarti tempat santri.
pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian (2004: 26-27)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan penting moral dalam kehidupan bermasyarakat (Fenomena 2005: 72).
Pondok pesantren secara definitif tak dapat diberikan batasan yang tegas melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren. Jadi pondok pesantren belum ada pengertian yang lebih konkrit karena masih meliputi beberapa unsur untuk dapat mengartikan pondok pesantren secara komprehensif (Artikel 1).
Pondok Pesantren dengan seluruh lingkupnya bukan saja sebagai tempat belajar ilmu agama, melainkan merupakan proses hidup itu sendiri bagi masyarakat pesantren. Dengan kemandiriannya, Pondok Pesantren diwujudkan dalam keluwesan struktur kurikulum pengajaran yang dianut, hingga kemampuan kyai dan para santrinya untuk menahan diri dari pola hidup yang cenderung materialistis
Oleh sebab itu, tujuan umum terbentuknya pondok pesantren adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya mencetak ulama-ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sedangkan tujuan khususnya adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat, dan mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
B. Tipologi Pondok Pesantren
Berbagai pola pesantren telah diklasifikasikan, baik dari sudut pandang kurikulum, sistem pendidikan, maupun dari pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh pesantren. Tujuannya tidak lain untuk mempermudah memahami dinamika perkembangan pesantren secara umum. Maka, untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dipaparkan pola-pola tersebut.
Menurut Yacub yang dikutip oleh Khozin mengatakan bahwasanya ada beberapa pembagian pondok pesantren dan tipologinya yaitu :
Pesantren Salafi, yaitu Pesantren salafi, yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik, dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannya pun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf, yaitu sorogan dan weton. Weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, maupun lebih-lebih kitabnya. Sedangkan sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab-kitab tertentu. Sedangkan istilah salaf ini bagi kalangan pesantren mengacu kepada pengertian “pesantren tradisional” yang justru sarat dengan pandangan dunia dan praktek islam sebagai warisan sejarah, khususnya dalam bidang syari’ah dan tasawwuf.
Pesantren Khalafi, yaitu Seiring dinamika zaman, banyak pesantren yang sistem pendidikan asalnya salaf berubah total menjadi pesantren modern. Ciri khas pesantren modern adalah prioritas pendidikan pada sistem sekolah formal dan penekanan bahasa Arab modern (lebih spesifik pada speaking/muhawarah). Sistem pengajian kitab kuning, baik pengajian sorogan wetonan maupun madrasah diniyah, ditinggalkan sama sekali. Atau minimal kalau ada, tidak wajib diikuti. Walaupun demikian, secara kultural tetap mempertahankan ke-NU-annya seperti tahlilan, qunut, yasinan, dll.
Pondok pesantren Modern memiliki konotasi yang bermacam-macam. Tidak ada definisi dan kriteria pasti tentang ponpes seperti apa yang memenuhi atau patut disebut dengan pesantren 'modern'. Namun demikian, beberapa unsur yang menjadi ciri khas pondok pesantren modern adalah sebagai berikut:
Penekanan pada bahasa Arab percakapan
Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan klasik/kitab kuning)
Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag
Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan.
Kriteria-kriteria di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah pesantren yang mengklaim modern. Pondok modern Gontor, inventor dari istilah pondok modern, umpamanya, yang ciri modern-nya terletak pada penggunaan bahasa Arab kontemporer (percakapan) secara aktif dan cara berpakaian yang meniru Barat. Tapi, tidak memiliki sekolah formal yang kurikulumnya diakui pemerintah.
Pada era 1970-an, pesantren mengalami perubahan yang sangat signifikan yang tampak dalam beberapa hal. Pertama, peningkatan secara kuantitas terhadap jumlah pesantren. Tercatat di Departemen Agama, bahwa pada tahun 1977, ada 4.195 pesantren dengan jumlah santri sebanyak 667.384 orang. Jumlah tersebut meningkat menjadi 5.661 pesantren dengan 938.397 orang santri pada tahun 1981. kemudian jumlah tersebut menjadi 15.900 pesantren dengan jumlah santri sebanyak 5,9 juta orang pada tahun 1985. Kedua, menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Perkembangan bentuk-bentuk pendidikan di pesantren tersebut diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum.
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama dalam bentuk Madrasah Diniyah
Pesantren yang hanya sekedar manjadi tempat pengajian
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk Madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional.
Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa beberapa pesantren ada yang tetap berjalan meneruskan segala tradisi yang diwarisinya secara turun temurun, tanpa ada perubahan dan improvisasi yang berarti, kecuali sekedar bertahan. Namun ada juga pesantren yang mencoba mencari jalan sendiri, dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik dalam waktu singkat. Pesantren semacam ini adalah pesantren yang kurikulumnya berdasarkan pemikiran akan kebutuhan santri dan masyarakat sekitarnya.
Meskipun demikian, semua perubahan itu, sama sekali tidak mencabut pesantren dari akar kulturnya. Secara umum pesantren tetap memiliki fungsi-fungsi sebagai: (1) Lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu pengetahuan agama (tafaqquh fi addin) dan nilai-nilai islam (Islamic values). (2) Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial (social control). (3) Lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (Social engineering). Perbedaan-perbedaan tipe pesantren di atas hanya berpengaruh pada bentuk aktualisasi peran-peran ini.
Pesantren Kilat, yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat, dan biasanya dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibdah dan kepemimpinan. Sedangkan santrinya terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
Pesantren terintegrasi, yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan, sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja, dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santrinya mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja. (2006:101)
Sedangkan menurut Mas’ud dkk, ada beberapa tipologi atau model pondok pesantren yaitu :
Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas aslinya sebagai tempat menalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-I-din) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang, seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur, beberapa pesantren di daeah Sarang Kabupaten Rembang, Jawa tengah dan lain-lain.
Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajarannya, namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalamnya, baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjangnya, bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tidak hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum. Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur adalah contohnya.
Tipologi Pesantren Menurut Kemenag RI
Secara umum jenis pesantren dapat dideskripsikan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu sebagai berikut :
a. Pesantren Tipe A
1. Para santri belajar dan menetap di pesantren.
2. Kurikulum tidak tertulis secara eksplisit melainkan memakai hidden curriculum (benak kyai)
3. Pola pembelajaran menggunakan metode pembelajaran asli milik pesantren (sorogan, bandongan, dan lain sebagainya.
4. Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan sistem madrasah
b. Pesantren Tipe B
1. Para santri tinggal dalam pondok/asrama.
2. Pembelajaran menggunakan perpaduan pola pembelajaran asli pesantren dengan sistem madrasah
3. Terdapatnya kurikulum yang jelas.
4. Memiliki tempat khusus yang berfungsi sebagai sekolah (madrasah)
c. Pesantren Tipe C
1. Pesantren hanya semata-mata tempat tinggal (asrama) bagi para santri
2. Para santri belajar di madrasah/sekolah yang letaknya tidak jauh dengan pesantren.
3. Waktu belajar di pesantren biasanya malam/siang hari jika para santri tidak belajar di sekolah/madrasah (ketika mereka di pesantren.
4. Pada umumnya tidak terprogram dalam kurikulum yang jelas dan baku.
Tipologi Pesantren Menurut Zamachsjari Dhofier
Menurut Zamachsjari Dhofier, tipologi pesantren dipandang dari segi fisik terbagi menjadi lima pola, yaitu :
Pesantren yang terdiri hanya masjid dan rumah kyai. Pesantren ini masih sangat sederhana dimana kyai menggunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar. Santri berasal dari daerah sekitar pesantren tersebut.
Pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama. Pola ini telah dilengkapi dengan pondok yang disediakan bagi para santri yang datang dari daerah lain.
Pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama, dan madrasah. Berbeda dengan yang pertama dan kedua, pola ini telah memakai sistem klasikal, santri mendapat pengajaran di madrasah. Di samping itu, belajar mengaji, mengikuti pengajaran yang diberikan oleh kyai pondok.
Pesantren yang telah berubah kelembagaannya yang terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama, madrasah, dan tempat ketrampilan. Pola ini dilengkapi dengan tempat-tempat ketrampilan agar santri trampil dengan pekerjaan yang sesuai dengan sosial kemasyarakatannya, seperti pertanian, peternakan, jahit menjahit, dan lain sebagainya.
Pesantren modern yang tidak hanya terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok atau asrama, madrasah, dan tempat keterampilan, melainkan ditambah adanya universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga, dan sekolah umum. Pesantren semacam inilah yang dinamakan oleh Zamachsjari Dhofier sebagai pesantren khalafi yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum, atau membuka tipe sekolah umum di lingkungan pesantren.
Tipologi Pesantren Menurut A. Qodri A. Azizy
Sementara A. Qodri A. Azizy mengklasifikasikan tipologi pesantren yang variatif ini dengan tipologi sebagai berikut :
Tipe I: Pesantren yang hanya menyelenggarakan pendidikan formal denganmenerakan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam), maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan PT Umum), seperti pesantren Tebu Ireng Jombang, pesantren Futuhiyyah Mranggen, dan pesantren Syafi’iyyah Jakarta.
Tipe II : Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren Gontor Ponorogo, pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Matholi’ul Falah) dan Darul Rohman Jakarta.
Tipe III : Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah (madin), pesantren salafiyyah Langitan Tuban, pesantren lirboyo Kediri dan pesantren Tegal Rejo Magelang.
Tipe IV : Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis ta’lim)
Tipe V : Pesantren yang berkembang menjadi tempat asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa.
Tipologi Pesantren Menurut Haidar Putra Daulay
Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi:
a. Pondok Pesantren Tradisional (PPT)
Pola I : Materi pelajaran yang dikembangkan adalah mata pelajaran agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik, non-klasikal, pengajaran memakai sistem “halaqoh”, santri diukur tinggi rendah ilmunya berdasar dari kitab yang dipelajarinya. Tidak mengharapkan ijazah sebagai alat untuk mencari pekerjaan. Pondok Pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ‘ulama salaf dengan menggunakan bahasa Arab. Kurikulum tergantung sepenuhnya kepada kyai pengasuh pesantren. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok (santri mukim), dan santri yang tidak menetap di dalam pondok.
Pola II : Pola yang kedua ini hampir sama dengan pola yang di atas, hanya saja pada pola ini sistem belajar mengajarnya diadakan
secara klasikal, non-klasikal dan sedikit memberikan pengetahuan umum kepada para santri.
b. Pondok Pesantren Modern (PPM)
Pola I : Sistem Negara sudah diterapkan oleh pesantren jenis ini yang disertai dengan pembelajaran pelajaran umum. Sistem ujian pun juga sudah menggunakan ujian Negara. Pada pelajaran tertentu sudah kurikulum Kementrian Agama yang dimodifikasi oleh pesantren sendiri sebagai ciri khas kurikulum pesantren. Sistem belajarnya klasikal dan meninggalkan sistem tradisional. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Sementara santri sebagian besar menetap di asrama yang sudah disediakan dan sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Sedangkan peran kyai sebagai koordinator pelaksana proses belajar mengajar dan pengajar langsung di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal
Pola II :Sementara pola ini menitik beratkan pada materi pelajaran ketrampilan, disamping pelajaran agama. Pelajaran ketrampilan ditujukan untuk menjadi bekal kehidupan bagi seorang santri setelah dia tamat dari pesantren tersebut.
c. Pondok Pesantren Komprehensif (PPK)
Pondok Pesantren Ini disebut komprehensif atau pesantren serba guna karena merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan yang tradisional dan yang modern. Artinya di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab salaf dengan metode sorogan dan bandongan, namun secara reguler sistem persekolahan terus di kembangkan. Bahkan pendidikan ketrampilan pun secara konsep dilakukan perencanaan dan secara teknis akan diaplikasikan. Pada umumnya, pesantren pola ini mengasuh berbagai jenis jenjang pendidikan seperti pengajian kitab-kitab klasik, madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi.
PESANTREN BERAFILIASI MUHAMMADIYAH
Pesantren yang berkultur atau berafiliasi ke Muhammadiyah. Ciri khas pesantren ini adalah tidak ada ritual tahlilan. Tidak ada qunut saat salat Subuh atau paruh akhir shalat tarawih. Jumlah raka'at shalat tarawih cuma 8 roka'at.
Gerakan Muhammadiyah dari segi ritual keagamaaan dan pandangan teologi dipengaruhi oleh gerakan Wahabi namun dalam versi yang lunak. Jadi, pesantren ini juga tidak berbahaya. Walaupun suka menghakimi orang NU yang suka ziarah kubur sebagai bid'ah dan/atau syirik.
PESANTREN BERAFILIASI WAHABI
Ini dia pesantren yang memproduksi kalangan anak muda radikal. Pesantren ini dipengaruhi oleh gerakan Wahabi. Yakni, versi garis keras pemahaman Wahabi. Mereka mudah mengkafirkan atau membid'ah-kan siapa saja yang bukan bagian dari dirinya.
Ciri khas dari pesantren ini sama dengan ciri khas pesantren Muhammadiyah. Yaitu, tidak ada ritual tahlil, tidak ada qunut saat shalat subuh, dll. Tidak suka bermadzhab kecuali kepada tokoh ulama Wahabi. Mereka bahkan menganggap acara tahlil, ziarah kubur dan maulid Nabi dkk sebagai bid'ah, syirik atau kufur.
Banyak dari pesantren ini yang mendapat dana dari pemerintah Arab Saudi melalui berbagai jalur antara lain Rabithah Alam Islamy dan jalur-jalur lain.
Jauhi pesantren seperti ini. Sebaik apapun kualitas pendidikan di dalamnya. Kecuali kalau Anda ingin anak Anda menjadi pengebom bunuh diri. Contoh dari pesantren radikal ini adalah pesantren Umar bin Khattab, NTB.
Ketua PBNU Agil Siradj mengatakan di berbagai kesempatan bahwa akar terorisme dan konflik pemecah belah antar-golongan umat Islam di Indonesia adalah kelompok Islam penganut Wahabi Salafi.
PONDOK PESANTREN RADIKAL
Yang disebut dengan pondok pesantren radikal adalah pondok pesantren (ponpes) yang memiliki paham radikal dalam menafsiri Al Quran dan Hadits. Serta memiliki rasa toleransi yang minim terhadap golongan lain.
Umumnya pengasuhnya lulusan dari salah satu universitas di Arab Saudi atau mendapat biaya dari pemerintah Arab Saudi.
Mereka sangat mudah mengkafirkan orang lain (takfir) yang tidak sepaham. Ideologi takfir ini pada gilirannya menjadi pemicu adanya terorisme.
Setiap pesantren yang mengedepankan kekerasan dibanding perdamaian; dan kebencian dibanding sikap cinta damai, patut disebut dengan pesantren radikal.
PESANTREN BERAFILIASI KELOMPOK MINORITAS
Ada pesantren yang berafiliasi pada aliran sempalan atau minoritas. Jumlahnya tidak banyak. Seperti pesantren yang berhaluan Jama'ah Tabligh, tariqat Wahidiyah, pesantren Syiah, pesantren yang berpaham sesat (menurut MUI atau Depag) seperti pesantren Al Zaytun, atau LDII (dulu Lemkari atau Islam Jama'ah).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pondok menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu Funduq yang berarti hotel atau tmpat bermalam. Sedangkan pesantren, Dhofier mengatakan berasal dari kata santri yang diawali dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti sebagai tempat tinggal para santri. Sementara Manfred Ziemek, sebagaimana di kutip oleh Haidar Putra Daulay menguatkan dengan menyatakan secara etimologi pesantren adalah pesantrian yang berarti tempat santri. kata santri berasal dari istilah shastri yang merupakan bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Ada juga yang mengatakan bahwa kata santri berasal dari bahasa Jawa, dari kata “cantrik”, yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.
Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum.
Tujuan umum terbentuknya pondok pesantren adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya mencetak ulama-ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sedangkan tujuan khususnya adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat, dan mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
Para ahli memberikan pendapat mengenai tipologi atau model-model pesantren yaitu diantaranya : Yacub, Mas’ud dkk, Kemenag RI, Zamachsjari Dhofier, A. Qodri A. Azizy, Haidar Putra Daulay. Ada juga model pesantren berafiliasi muhammadiah, wahabi, pesantren radikal dan pesantren kelompok minoritas.
DAFTAR PUSTAKA
[20] Tim Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan
Agama Islam, 2003), hlm. 18.
[21] Zamachsjari Dhofier, Studi Pandangan, hlm. 41.
[22] Ahmad Qodri Abdillah Azizy, “Memberdayakan Pesantren dan Madrasah” dalam Abdurrohman Mas’ud, et.all, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002), cet.I, hlm. 8.
[23] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2009), cet. I, hlm. 20.
[1] Zamachsjari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : Penerbit LP3ES, 1982), hlm.18
[2] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), cet. II, 62.
[3] Zamachsjari Dhofier,Studi Pandangan, hlm. 18.
Tafsir, Ahmad.1991. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan Dan Perkembangannya.2003. Depag RI.
www.alkhoirot.net