Home »Unlabelled » Makalah Problematika Pendidikan Islam
Makalah Problematika Pendidikan Islam
Makalah Problematika Pendidikan Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian
proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara
akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang
diemban-sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya dan
sebagai “pemelihara” (khalifah) pada semesta (Tafsir, 1994). Dengan
demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi
penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar
memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan),
sebagai tujuan akhir dari pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam, sebagai proses
pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya
(al-Attas, 1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap
elemen dalam dunia pendidikan - terutama peserta didik -- untuk mengembangkan
diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam,
pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta
didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun
turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari
paradigma aktif-progresif menjadi pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam
mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia
berada.
Berjalannya waktu pendidikan Islam tidak lagi sejaya
sejarahnya, pendidikan Islam sekarang mengalami banyak kemunduran karena
beberapa faktor. Pertanyaannya akankah pendidikan Islam saat ini bisa bangkit
dan menyaingi kejayaan sejarahnya? Di makalah inilah penulis ingin mengurai
secara detail masalah-masalah apa yang terjadi di dalam pendidikan Islam saat
ini dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendidikan Islam hingga mencapai
tingkat kritis seperti sekarang ini.
B.
Permasalahan
1.
Pendidikan Islam
2. Makna
Problem dan Masalah Pendidikan Islam
3.
Pokok-Pokok
Permasalahan Pendidikan Islam
4.
Kompleksitas Problem Pendidikan
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan Islam
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Makna Pendidikan Islam
2. Untuk
Mengetahui Makna Problem dan Masalah Pendidikan Islam
3.
Untuk Mengetahui Pokok-Pokok Permasalahan Pendidikan Islam
4.
Untuk Mengetahui Kompleksitas
Problem Pendidikan
5. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah
Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Islam
1.
Pengertian Pendidikan Islam
Ada tiga istilah yang umum digunakan
dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb),
al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan
ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib
(integrasi ilmu dan amal). (Hasan Langgulung : 1988).
a.
Istilah
al-Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata
dasar “rabba” (رَبَّى), yurabbi (يُرَبِّى) menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti
memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti
manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus
sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia
sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama
alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas
untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam.
(Zuhairini, 1995:121).
b.
Istilah
al-Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi
pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan
bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis
dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT,
ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari
penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim
yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan Tuhannya.
(Jalaluddin, 2001:122).
c.
Istilah
al-Ta’dib
Menurut al-Attas, istilah yang
paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, konsep ini
didasarkan pada hadits Nabi:
اِدَّ بَنِيْ
رَبِّى فَأَحْسَنَ تَـأْدِيْبِيْ {رواه العسكرى عن على}
Artinya : “Tuhan telah mendidikku,
maka ia sempurnakan pendidikanku”
(HR. al-Askary dari Ali r.a).
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan
pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta
didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing
ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud
dan kepribadiannya.
Dari bahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan
seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi
Islam. (Samsul Nizar, 2002:32).
2.
Tugas dan
Fungsi Pendidikan Islam
Secara umum tugas pendidikan Islam
adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.
Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas
pendidikan berjalan dengan lancar.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan
dapat dilihat dari dua bentuk :
a. Alat
untuk memperluas, memelihara, dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional
b. Alat
untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan.
3. Dasar
dan Tujuan Pendidikan Islam
Menetapkan al-Qur’an dan hadits
sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang
didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat
dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dibolehkan dalam
sejarah atau pengalaman kemanusiaan.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk
mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan
seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang
rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup
pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual,
imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif,
dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas,
maupun seluruh umat manusia. (Samsul Nizar, 2002:38).
B.
Makna
Problem dan Masalah Pendidikan Islam
Barangkali secara umum orang memahami
masalah (problem) sebagai kesenjangan antara kenyataan dan harapan.
Namun dalam matematika, istilah “problem” memiliki makna yang lebih
khusus. Kata “Problem” terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran
yaitu pendekatan problem solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat
disebut problem atau masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut “problem”
dalam perspektif ini paling tidak memuat 2 hal yaitu:
1. Soal tersebut menantang pikiran (challenging),
2. Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara
penyelesaiannya (nonroutine).[1][1]
Masalah mendasar dalam pendidikan Islam selama ini
adalah hilangnya nilai-nilai Adab (etika) dalam arti luas.
Hal ini terjadi disebabkan kerancuan dalam memahami konsep. Ada tiga
konsep;
1.
Ta'lim
2.
Tarbiyah
3.
Ta'dib.
JIka
konsep pendidikan Islam hanya terbatas pada Tarbiyah atau Ta'lim, maka
pandangan hidup barat yang melandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme,
humanisme, dan sofisme akan merasuk. Dengan begitu, nilai-nilai adab semakin
kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai Hikmah Ilahiyah. Hal ini menjadi sebab
utama dari kezaliman, kebodohan, dan kegilaan.
Jika
cenderung lebih memakai Ta'dib dari pada Tarbiyah dan Ta'lim, alasan mendasar
memakai istilah Ta'dib adalah, karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu
tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut
memiliki Adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam pelbagai bidang.
(dalam keyakinan agama bahwa Islam tidak mengenal dikotomi ilmu, karena ilmu
dalam Islam asalnya dan bersumber pada nash-nash dasarnya, yakni ; Alquran dan
Hadis). Bagaimana penggabungan antara ilmu umum dan agama. Sebab, masing-masing
memiliki epistema (asal pengetahuan) yang berbeda.
C. Pokok-Pokok Permasalahan Pendidikan Islam
1.
Kualitas,
2.
Relevansi,
3.
Elitisme, dan
4.
Manajemen
Keempat masalah di atas merupakan masalah besar, mendasar, dan
multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya (Tilaar,
1991). Permasalahan ini terjadi pada pendidikan secara umum di Indonesia,
termasuk pendidikan Islam yang dinilai justru lebih besar problematikanya.
D. Kompleksitas
Problem Pendidikan
Pendidikan Islam juga
dihadapkan dan terperangkap pada persoalan yang sama, bahkan apabila diamati
dan kemudian disimpulkan pendidikan Islam terkukung dalam kemunduran,
keterbelakangan, ketidak berdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana pula yang
dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan dengan
mereka yang non Islam. Katakan saja, pendidikan Islam terjebak dalam lingkaran
yang tak kunjung selesai yaitu persoalan tuntutan kualitas, relevansi dengan
kebutuhan, perubahan zaman, dan bahkan pendidikan apabila diberi “embel-embel
Islam”, dianggap berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan, meskipun sekarang
secara berangsur-angsur banyak diantara lembaga pendidikan Islam yang telah
menunjukkan kemajuan (Soeroyo, 1991: 77). Tetapi pendidikan Islam dipandang
selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam sistem
pendidikan nasional di Indonesia. Dalam Undang- Undang sistem pendidikan
nasional menyebutkan pendidikan Islam merupakan sub-sistem pendidikan nasional.
Pendidikan Islam menjadi
satu dalam sistem pendidikan nasional, tetapi predikat keterbelakangan dan
kemunduran tetap melekat padanya, bahkan pendidikan Islam sering “dinobatkan”
hanya untuk kepentingan orang-orang yang tidak mampu atau miskin, memproduk
orang yang eksklusif, fanatik, dan bahkan pada tingkah yang sangat menyedihkan
yaitu “terorisme-pun” dianggap berasal dari lembaga pendidikan Islam,
karena pada kenyataannya beberapa lembaga pendidikan Islam “dianggap” sebagai
tempat berasalnya kelompok tersebut. Walaupun “anggapan” ini keliru dan dapat
ditolak, sebab tidak ada lembaga-lembaga pendidikan Islam manapun yang
bertujuan untuk memproduk atau mencetak kelompok-kelompok orang seperti itu.
Tetapi realitas di masyakarat banyak perilaku kekerasan yang mengatasnamakan
Islam. Apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem, proses, dan orientasi
pendidikan Islam.
E. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan Islam
Masalah pendidikan Islam timbul
karena dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
1.
Faktor internal
a.
Meliputi manajemen pendidikan Islam yang pada umumnya
belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang
efektif dan berkualitas. Hal ini tercermin dari kalah bersaing dengan
sekolah-sekolah yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional
[Diknas] yang umumnya dikelola secara modern.
b. Faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat
rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan
belajarmengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama
menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen keles, dan
motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan Islam kurang
kondusif bagi pengembangan kompetensi profesional guru.
c.
Adalah faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit
kepala-kepala madrasah yang tidak memiliki visi, dan misi untuk mau ke mana
pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Kepala madrasah seharusnya merupakan
simbol keunggulan dalam kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam
lingkungan lembaga pendidikan formal, ternyata sulit ditemukan di lapangan
pendidikan Islam. Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki
kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga
lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan
untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Biasanya
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan birokratis daripada pendekatan
kolegial profesional. Mengelola pendidikan bukan berdasar pertimbangan
profesional, melainkan pendekatan like and dislike (Mahfudh
Djunaidi, 2005), dengan tidak memiliki visi dan misi yang jelas.
2.
Faktor eksternal
a.
Adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap
pendidikan Islam. Pemerintah selama ini cenderung menganggap dan memperlakukan
pendidikan Islam sebagai anak tiri, khususnya soal dana dan persoalan lain.
Katakan saja, alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya
dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas (Mahfudh Djunaidi, 2005).
Maka, terlepas itu semua, apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya
alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam tidak terjadi kesenjangan, toh
pendidikan Islam juga bermisi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi
yang diemban oleh pendidikan umum.
b.
Dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang
pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan
pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor
pendidikan, lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Beberapa indikator
yang menunjukkan kesenjangan ini yaitu mulai dari tingkat ketersediaan tenaga
guru, status guru, kondisi ruang belajar, tingkat pembiayaan (unit cost) siswa,
hingga tidak adanya standardisasi mutu pendidikan Islam, karena urusan
pendidikan Islam tidak berada di bawah Depdiknas (Abdul Aziz, Kompas, 2005), dan
lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau lulusan
pendidikan Islam.
c.
Adalah adanya diskriminasi masyarakat terhadap
pendidikan Islam. Secara jujur harus diakui, bahwa masyarakat selama ini
cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah atau sekolah-sekolah
Islam. Rata-rata memandang pendidikan Islam adalah pendidikan nomor dua dan
biasanya bila menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam merupakan
alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga pendidikan di
lingkungan Diknas (M Dahriman, 2005).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Islam saat ini
sudah berada pada titik terakhir kebangkitan. Seandainya kita sebagai umat
Islam yang kebetulan diberikan Allah amanah untuk menjadi seorang guru, kita
wajib membangkitkan kembali Pendidikan Islam yang dahulu kala pernah jaya,
karena jikalau kita hanya berdiam diri mungkin Pendidikan Islam ini akan mati
suri dan kemungkinan besar akan mati betulan.
B.
Saran dan Solusi
Saran penulis sudah terdapat pada kesimpulan di atas. Tentang solusi yang
akan kita lakukan untuk memperbaiki umat Islam dan Pendidikan Islam ini adalah
mengIslamkan umat Islam, karena perubahan besar dimulai dari diri sendiri.
0 Komentar Blogger
Twitter
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar
Ayo tinggalkan jejak anda berupa komentar disini !!! karena komentar anda sangat berarti sekali demi kemajuan blog ini.
Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.