MUTLAQ DAN MUQOYYAD
I.
Pendahuluan
Pada masa kerasulan,
kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam belum seperti apa yang
dialami pada masa-masa setelahnya. Segala permasalahan yang dihadapi yang
membutuhkan penetapan hukum sesuai syariat, baik yang menyangkut iba>dah maupun mu’a>malah dapat diselesaikan dengan penjelasan langsung dari Rasulullah
atau Sahabat yang memahami hukum-hukum Islam secara konprehensif.
Keadaan ini berbeda
pada masa sahabat dan tabi’i>n. Ijtiha>d
sudah mulai marak dilakukan dengan jalan istinba>t} dalam permasalahan-permasalahan tertentu yang tidak
ditemui pada masa kerasulan. Namun, urgensi istinba>t}
ini belum diikuti oleh
aturan-aturan tentang istinba>t}
itu sendiri, sebagaimana mereka juga belum memerlukan kaidah-kaidah untuk
mengetahui bahasa mereka sendiri (baca, Arab). Hal ini disebabkan karena para
sahabat dan tabi’i>n memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang bahasa
al-Qur’an dan bahasa Arab serta mengetahui sebab-sebab turunnya,
rahasia-rahasia syariat dan tujuannya yang didapatkan langsung dari bimbingan Rasulullah,
disamping karena kecerdasan mereka sendiri.
Seiring dengan
perkembangan Islam yang semakin meluas sampai ke negara-negara yang penduduknya
bukan penutur bahasa Arab, maka semakin beragam pula interpretasi mereka dalam
memahami bahasa al-qur’an. Disamping
itu, semakin kompleksnya permasalahan hidup yang dihadapi, baik dalam tataran iba>dah
maupun mu’a>malah yang membutuhkan kejelasan hukum, maka dipandang
perlu merumuskan kaidah-kaidah hukum sebagai baya>n (penjelasan)
terhadap alfa>z} al-qur’a>n yang masih bersifat ijma>l (global).
Lalu, bagaimana memahami alfa>z} al-qur’a>n yang bersifat mut}laq tanpa adanya
ikatan dan alfa>z} al-qur’a>n
yang mengandung keterikatan sesuatu?. Makalah ini akan membahas kaidah-kaidah
hukum yang berkaitan dengan mut}laq dan muqoyyad dengan segala
derivasinya. Namun, sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu akan
dikemukakan pengertian ushul
fiqh secara singkat sebagai salah satu
bagian dari ijtiha>d yang merupakan sumber hukum Islam.
II.
Pengertian
Ushu>l
Fiqh.
Para
ulama telah menyepakati bahwa segala tindakan manusia baik yang berupa ucapan
maupun perbuatan yang berkenaan dengan iba>dah dan mu’a>malah, dalam
syariat Islam semua hal itu masuk dalam wilayah hukum. Hukum-hukum itu sebagian
telah dijelaskan secara jelas dalam nas}-nas} al-qur’a>n dan
al-sunnah, sedangkan sebagian yang lain masih berupa isyarat atau tanda-tanda. Hukum
Islam yang telah jelas itu disebut dengan al-nus}u>s} al-muqoddasah atau
wahyu murni.
Adapun untuk hukum-hukum yang masih
bersifat umum dan belum dijelaskan secara rinci, baik dalam al-qur’a>n
maupun al-sunnah, maka para mujtah}idlah yang melakukan pengkajian
mendalam melalui media dari isyarat dan tanda-tanda dari dalil-dalil, yang
kemudian meghasilkan ketetapan dan penjelasan tentang hukum-hukum yang masih
bersifat global tersebut.
Ilmu
yang digunakan untuk mengetahui hukum-hukum syara’ tentang perbuatan orang mukallaf,
seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya sesuatu perbuatan dan
lain-lain itulah yang disebut ilmu fiqh.
Jadi, definisi ilmu fiqh menurut istilah syara’ adalah pengetahuan tentang
hukum-hukum syariat Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari
dalil-dalil secara rinci.Adapun
ushul fiqh menyelidiki keadaan
dalil-dalil syara’ dan bagaimana cara dalil-dalil tersebut menunjukkan
hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf.
Ushul
fiqh berasal dari dua kata, yaitu ushul yang merupakan bentuk jamak dari
kata as}l dan kata fiqh. As}l secara etimologi diartikan sebagai
“pondasi sesuatu, baik yang bersifat materi ataupun bukan”.
Dalam ungkapan lain, al-Dawalibi seperti yang dikutip Muhlish Usman,
mengatakan:
أَلْأَصْلُ: مَايُبْنَى
عَلَيْهِ ذلِكَ الشَّيْئُ.
Terjemah:
“Sesuatu
yang dijadikan dasar atas sesuatu yang lain.”
Dari
pengertian ini dapat dipahami bahwa ushul fiqh merupakan sesuatu yang dijadikan
dasar bagi fiqh. Adapun secara terminology, Rahmat Syafe’i menjelaskan, bahwa
kata as}l mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut:
1.
Dali>l, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para
ulama us}u>l bahwa as}l dari wajibnya shalat adalah firman
Allah swt, (QS. Al-Baqoroh [2]: 43).
وَأَقِيمُوا الصَّـــلاةَ...
Terjemah:
2.
Qa>’idah, yaitu dasar atau pondasi sesuatu, seperti sabda
Nabi Muhammad saw:
بُنِيَ
اْلإِسْــلاَمُ عَلىَ خَمْسَــةِ أُصُـــوْلٍ
Terjemah:
“Islam itu
didirikan atas lima ushul (dasar atau pondasi).”
3.
Ra>jih, yaitu yang terkuat, seperti ungkapan para ahli us}u>l
fiqh:
أَلْأَصْلُ
فِى اْلكَـلاَمِ الحَقِيْــقَــةُ
Terjemah:
“Yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum
adalah arti hakikatnya”
4.
Mustas}h}ab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak
semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya.
5.
Far’u, atau cabang, seperti perkataan ulama us}u>l
fiqh:
أَلْوَلَــدُ
فَرْعٌ لِلْأَبِ
Terjemah:
“Anak adalah cabang dari
ayah.”
Dari kelima pengertian kata as}l diatas,
pengertian yang paling sering digunakan dalam merujuk kata as}l ini
adalah dalil, yaitu dalil-dalil fiqh. Adapun pengertian fiqh secara
etimologi adalah pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi
akal. Sedangkan secara terminologi, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah Islamiyyah
yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat dan
diambil dari dalil yang terinci. Pengertian tersebut seperti yang dikemukakan
oleh para ahli fiqh terdahulu, yaitu:
أَلْعِلْمُ بِااْلأَحْكَامِ الشَّرْعِــيَّةِ
اْلعَمَلِــيَّةِ اْلمـُكْتَسَبَــةِ مِنْ أَدِلَّتِــهَاالتَّفْصِيْلِــــيَّةِ
Terjemah:
“Ilmu tentang hukum syara’
tentang perbuatan manusia (amaliyyah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya
yang terperinci.”
Dari definisi kedua kata tersebut, dapat dikatakan
bahwa definisi ushul fiqh adalah pengetahuan tentang kaidah dan
penjabarannya yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum syariat Islam
mengenai perbuatan manusia, dimana kaidah tersebut bersumber dari dalil-dalil
agama secara rinci dan jelas.
Dilain pihak, Abu Zuhrah dalam Alaiddin Koto,
mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang menjelaskan kepada mujtah}id
tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-hukum dari nas}
dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nas} itu sendiri.
Definisi tersebut senada dengan rumusan yang dikemukakan oleh sebagian besar
ulama ushul fiqh, sebagaimana yang dikutip oleh A. Basiq Djalil, yaitu:
إِدْرَاكُ
اْلقَـوَاعِدِ الَّتِى يَتَوَصَّـلُ بِهَا إِلىَ اسْتِنْـبَاطِ اْلأَحْــكَامِ الشَّرْعِيَّــةِ
اْلفَرْعِـيَّةِ عَنْ أَدِلَّـتِــهَاالتَّفْــصِيْلِــيَّةِ.
Terjemah:
“Mengetahui
kaidah-kaidah yang dipakai untuk mengistinbat}kan hukum-hukum syariat yang
praktis dari dalil-dalil yang terperinci.”
Dari uraian tersebut, terlihat jelas perbedaan
yang nyata antara ilmu fiqh dan ushul fiqh. Kalau fiqh berbicara
tentang hukum dari sesuatu perbuatan, maka ushul fiqh berbicara tentang metode
dan proses bagaimana menemukan hukum itu sendiri. Oleh karena itu, fiqh lebih
bercorak produk sedangkan ushul fiqh lebih bermakna metodologis.
III. Mut}laq
dan Muqoyyad
Al-Qur’a>n
al-Kari>m merupakan sumber hukum pertama dan utama dalam hirarki hukum Islam.
Dalam al-qur’a>n, sebagian
hukum tersebut terkadang muncul dengan bentuk mut}laq yang menunjuk
kepada satu wujud yang umum dalam jenisnya, tanpa dibatasi oleh sifat atau
syarat tertentu. Namun, terkadang pula dibatasi oleh sifat atau syarat (muqoyyad),
namun hakikat individu itu tetap menjadi bagian dari jenisnya. Pemakaian lafaz}
mut}laq atau muqoyyad merupakan salah satu gaya bahasa Arab yang
juga merupakan bahasa dari al-qur’a>n.
A.
Pengertian
1.
Mut}laq
Kata mut}laq secara sederhana berarti
tiada terbatas.
Dalam bahasa Arab, kataمـطـلـــق berarti yang bebas, tidak terikat.
Menurut al-Khudhori Biek,
اَلْمُطْلَقُ
مَا دَلَّ عَلىَ فَرْدٍ اَوْأَفْرَادٍشَائِــــعَـةٍ بِدُوْنِ قَـيْــــدٍ
مُسْتَقِــلٍّ لَفْــــــظاً
Terjemah:
“Mut}laq
adalah perkataan yang menunjukkan satu atau beberapa objek yang tersebar tanpa
ikatan bebas menurut lafal.”
Dalam rumusan yang berbeda namun saling
berdekatan, Amir Syarifuddin,
mengutip beberapa definisi para ulama ushul fiqh, sebagaimana berikut:
a.
Al-Amidi memberikan definisi:
هُوَالَّلـفْـظُ
الدَّالُّ عَلىَ مَدْلُـوْلِ شَائِــعٍ فِى جِـنْـسِـــهِ.
Terjemah:
“Mut}laq ialah lafal yang memberi petunjuk
kepada madlul (yang diberi petunjuk) yang mencakup dalam jenisnya.”
b.
Abu Zuhrah mengajukan definisi:
اَلَّلفْــظُ
اْلمـُــطْلَـقُ هُوَالَّذِى يَـدُلُّ عَلىَ مَوْضُوْعِهِ مِنْ غَيْرِ نَظَـــرٍ اِلىَ
اْلوَاحِـدَةِ اَوِ اْلجَمْــعِ اَوِ اْلوَصْفِ بَلْ يَدُلُّ عَلىَ
اْلمَـاهِــيَةِ مِنْ حَيْثُ هِيَ.
Terjemah:
“Lafal mut}laq adalah lafal yang memberi
petunjuk terhadap maud}u>’nya (sasaran penggunaan lafal) tanpa memandang
kepada satu, banyak atau sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada hakikat
sesuatu menurut apa adanya.”
Contoh
dari lafal mut}laq adalah dalam firman Allah swt (QS. Al-muja>dilah
[58]: 3) yang menjelaskan tentang kifarat
bagi seseorang yang telah melakukan perbuatan z}ihar terhadap istrinya:
...فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَتَمَاسَّا...
Terjemah:
“…maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami istri itu bercampur...”
Kata roqobah (seorang budak) pada ayat
tersebut tidak diikuti oleh kata yang menerangkan jenis budak yang disyaratkan
untuk dimerdekakan sebagai kifarat z}ihar, sehingga ayat ini berlaku mut}laq.
Oleh karena itu, pengertian ayat ini adalah kewajiban untuk memerdekakan seorang
budak dengan jenis apapun juga, baik yang mukmin ataupun yang kafir tanpa
adanya ikatan.
2.
Muqoyyad
Secara sederhana, muqoyyad berarti terikat,
atau yang mengikat, yang membatasi. Secara
etimologi, muqoyyad adalah suatu lafal yang menunjukkan suatu hal, barang
atau orang yang tidak tertentu (syai’ah) tanpa ada ikatan (batasan) yang
tersendiri berupa perkataan.
Definisi ini sejalan dengan uraian yang dikemukakan oleh Imam al-Sya>fi’i seperti
dikutip oleh Muhlish Usman, muqoyyad
adalah lafal yang menunjukkan satuan-satuan tertentu yang dibatasi oleh
batasan yang mengurangi keseluruhan jangkauannya. Pembatasan tersebut dapat berupa
sifat, syarat, dan ghayah.
Sebagai contoh adalah firman Allah swt dalam (QS. al-Nisa>’ [4]: 92),
tentang kifarat bagi seseorang yang membunuh tanpa sengaja, yaitu:
فَتَحْرِيرُ رَقَبَــةٍ مُــؤْمِنـــَةٍ...…
Terjemah:
“…maka (hendaklah
si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin…”
Dalam ayat
tersebut, kata roqobah adalah kata yang berlaku muqoyyad karena
ia dibatasi dengan kata mu’minah. Hal ini berarti bahwa tidak sembarang
budak yang dapat dimerdekakan dalam permasalahan kifarat bagi orang yang
membunuh tanpa sengaja ini, tetapi budak itu haruslah budak yang mukmin.
B.
Kaidah-kaidah
Mut}laq
dan Muqoyyad
Imam al-Syafi’i seperti dalam Sapiudin Shidiq, menjelaskan
kaidah-kaidah yang berkaitan dengan mut}laq dan muqoyyad sebagaimana
berikut:
1.
Hukum mut}laq. Lafal mut}laq dapat
digunakan sesuai dengan kemutlakannya. Kaidahnya:
اَلْمُـطْلَقُ
يَبْقَى عَلَى إِطْلَاقِهِ مَالـَـمْ يَقُمْ دَلِــْيلٌ عَلَى تَقْـِـييْدِهِ.
Terjemah:
“Mut}laq itu ditetapkan berdasarkan
kemutlakannya selama belum ada dalil yang membatasinya.”
Contoh: (QS. Al-Nisa>’ [4]: 23).
...وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ...
Terjemah:
“…dan
ibu-ibu dari istri-istrimu…”
Ayat ini mengandung arti mut}laq karena
tidak ada kata yang mengikat atau membatasi kata ibu mertua. Oleh karena
itu, ibu mertua tidak boleh dinikahi, baik istrinya (anak dari ibu mertuanya)
itu sudah dicampurinya atau belum.
2.
Hukum muqoyyad. Lafal muqoyyad tetap
dinyatakan muqoyyad selama belum ada bukti yang me-mut}laq-kan.
Kaidahnya:
اَلْمُـقَــَّيدُ باَقِىٌ عَلَى تَقْيِــيْدِهِ
مَالـَـمْ يَقُمْ دَلِــْيلٌ عَلَى إِطْــــلَاقِهِ.
Terjemah:
“Muqoyyad itu ditetapkan berdasarkan batasannya
selama belum ada dalil yang menyatakan kemutlakannya.”
Contoh: (QS. Al-Muja>dalah [58]: 3-4):
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا
قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ
بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا
ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Terjemah:
“ (3)
Orang-orang yang menz}ihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (4) Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak),
Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya
bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam
puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kifarat bagi
seorang suami yang melakukan z}ihar terhadap istrinya adalah
memerdekakan budak atau puasa dua bulan berturut-turut atau kalau tidak mampu,
maka ia harus memberi makan sebanyak 60 orang miskin. Karena ayat ini telah
dibatasi kemut}laqannya, maka harus diamalkan hukum muqoyyadnya.
3.
Hukum mut}laq yang sudah dibatasi. Lafal
mut}laq jika telah ditentukan batasannya, maka ia menjadi muqoyyad. Kaidahnya:
اَلْمُـطْلَقُ لاَ يَبْقَى عَلَى
إِطْلَاقِهِ إِذَا يَقُوْمُ دَلِــْيلٌ عَلَى تَقْـِـييْدِهِ.
Terjemah:
“Lafal mut}laq tidak boleh dinyatakan mut}laq
karena telah ada batasan yang membatasinya.”
Contoh: (QS. Al-Nisa>’ [4]: 11).
...مِنْ بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُوصِي...
Terjemah:
“…sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya…”
Kata wasiat pada ayat ini masih bersifat mut}laq
dan tidak ada batasan berapa jumlah wasiat yang harus dapat dikeluarkan.
Kemudian ayat ini dibatasi ketentuannya oleh hadith yang menyatakan bahwa
wasiat yang paling banyak adalah sepertiga dari jumlah harta warisan yang ada.
Dengan demikian, maka hukum mut}laq pada ayat tersebut dibawa kepada
yang muqoyyad. Sebagaimana hadith Nabi Muhammad saw.
فَإِنَّ
رَسُوْلَ اللهِ قَالَ اَلثُّــلُثُ وَالثُّــلُثُ كَبِــــيْرٌ (رواه البخــارى
ومســلم)
Terjemah:
“Wasiat itu adalah sepertiga
dan sepertiga itu sudah banyak” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.
Hukum muqoyyad yang dihapuskan
batasannya. Lafal muqoyyad jika dihadapkan pada dalil lain yang
menghapus ke-muqoyyadan-nya, maka ia menjadi mut}laq. Kaidahnya:
اَلْمُـقَــَّيدُ لاَ يَبْقَى عَلَى تَقْيِــيْدِهِ
إِذَا يَقُوْمُ دَلِــْيلٌ عَلَى إِطْــــلَاقِهِ.
Terjemah:
“Muqoyyad tidak akan tetap dikatakan muqoyyad
jika ada dalil lain yang menunjukkan kemut}laqannya.
Contoh: (QS. Al-Nisa>’ [4]: 23).
...
وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ...
Terjemah:
“…dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya…”
Ayat tersebut menjelaskan tentang keharaman
menikahi anak tiri. Hal ini disebabkan karena anak tiri itu “dalam
pemeliharaan” dan ibunya “sudah dicampuri”. Keharaman ini telah dibatasi oleh
dua hal tersebut, namun batasan yang kedua tetap dipandang sebagai batasan yang
muqoyyad sedang batasan pertama hanya sekedar pengikut saja, karena
lazimnya anak tiri itu mengikuti ibu atau ayah tirinya. Bilamana ayah tiri
belum mencampuri ibunya dan telah diceraikan, maka anak tiri tersebut menjadi halal
untuk dinikahi, karena batasan muqoyyadnya telah dihapus sehingga menjadi
mut}laq kembali.
Pada prinsipnya, para ulama bersepakat
bahwa hukum dari lafal mut}laq itu wajib diamalkan kemut}laqannya,
selama tidak ada dalil yang membatasi kemut}laqannya. Begitupun
dengan lafal-lafal muqoyyad yang berlaku kemuqoyyadannya. Namun, pada
kasus-kasus tertentu, terdapat berbagai dalil syara’ dengan lafal yang mut}laq
disatu tempat, sedang ditempat lain menunjukkan muqoyyad. Pada
permasalahan seperti ini, Hamid Hakim dalam Muhlish Usman,
mengatakan bahwa ada empat alternatatif kaidah yang dapat digunakan, yaitu:
1.
Hukum dan sebabnya sama, maka yang mut}laq dibawa
kepada muqoyyad. Kaidahnya:
اَلْمُـطْلَقُ يُحْمَـلُ عَلىَ اَلْمُـقَــَّيدِ
إِذَااتَّفَــقَافِى السَّــبَبِ وَاْلحُـــــكْمِ.
Terjemah:
“Mut}laq itu dibawa pada
muqoyyad jika sebab dan hukumnya sama.”
Contoh: (QS. Al-Ma>idah’ [5]: 3).
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ...
Terjemah:
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging babi…”
Pada ayat ini, kata (الـدم) atau darah adalah lafal mut}laq yang tidak diikat oleh
sifat atau syarat apapun. Namun pada ayat lain, dalam firman Allah swt, (QS.
Al-An’a>m [6]: 145) disebutkan:
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ
Terjemah:
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi.”
Dalam ayat ini, kata الدم, atau
darah diberi sifat dengan masfuh} (mengalir). Namun, hukum dalam kedua
ayat ini adalah sama, yaitu sama-sama “haram”. Demikian pula sebab yang
menimbulkan hukumnya juga sama, yaitu “darah”. Oleh karena itu dibawalah yang mut}laq
pada yang muqoyyad, dalam artian; hukum yang dalam lafal mut}laq harus
dipahami menurut yang berlaku pada lafal muqoyyad. Dengan demikian, kata
“darah” pada lafal mut}laq, harus diartikan dengan “darah yang mengalir”
sebagaimana yang terdapat pada lafal muqoyyad.
Dari kedua ayat tersebut, terlihat jelas bahwa materi dan hukumnya sama,
maka selain darah yang mengalir menjadi halal, misalnya hati atau limpa.
2.
Berbeda sebabnya namun sama hukumnya. Pada
permasalahan ini, jumhur syafi’iyyah menyatakan bahwa yang mut}laq
dibawa pada yang muqoyyad. Sedangkan golongan Hanafiyyah dan Malikiyyah
mayoritas menetapkan bahwa hukum mut}laq dan muqoyyad masing-masing
tetap pada posisinya.
Kaidahnya:
اَلْمُـطْلَقُ يُحْمَـلُ عَلىَ اَلْمُـقَــَّيدِ
وَإِنِ اخْتَـــلَفـَـــافِى السَّــبَبِ.
Terjemah:
“Mut}laq itu dibawa ke
muqoyyad jika sebabnya berbeda.”
Contoh:
(QS. Al-Muja>dlah [58]: 3) yang menjelaskan bahwa kifarat z}ihar adalah
“memerdekakan budak” tanpa ada batasan “mukmin” atau tidak. Sementara pada ayat
lain, dijelaskan bahwa bagi orang yang membunuh dengan tidak sengaja, kifaratnya
adalah memerdekakan budak yang mukmin. Sebagaimana firman Allah: (QS.
Al-Nisa>’ [4]: 92)
...وَمَنْ قَتَلَ
مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ...
Terjemah:
“…dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman...”
Kedua ayat diatas berisi hukum yang sama, yaitu
pembebasan budak, sedangkan sebabnya berlainan, yang pertama karena z}ihar sementara
yang lain karena pembunuhan tidak sengaja. Al-Sya>fi’iyyah mengatakan bahwa
lafal mut}laq pada kifarat z}ihar itu harus dibawa kepada yang muqoyyad
tanpa memerlukan dalil lain dengan argumentasi bahwa Kalamullah
itu satu zatnya, tidak berbilang. Karena
itu, jika Allah telah menentukan syarat “iman” dalam kifarat pembunuhan
tidak disengaja, berarti ketentuan inipun berlaku pula pada kifarat z}ihar, yaitu
membebaskan budak yang mukmin.
Sementara Hanafiyyah dan Ma>likiyyah mengatakan bahwa kifarat z}ihar ialah
sembarang budak.
3.
Berbeda hukum namun sama sebabnya, maka mut}laq
dibawa pada muqoyyad. Kaidahnya:
اَلْمُـطْلَقُ لَا يُحْمَـلُ عَلىَ اَلْمُـقَــَّيدِ
إِذَااخْتَـــلَفـَـــا فِى اْلحُـــــكْمِ.
Terjemah:
“Mut}laq itu tidak dibawa ke
muqoyyad jika yang berbeda hanya hukumnya.”
Contoh: kata
“tangan” dalam perintah wudhu dan tayammum. Membasuh tangan dalam perintah
wudhu dibatasi sampai dengan siku, sebagaimana firman Allah swt, (QS. Al-Ma>idah
[5]: 6).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ
إِلَى الْمَرَافِقِ...
Terjemah:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku…”
Dalam perintah tayammum, tidak dijelaskan
batasan membasuh tangan, tetapi berlaku mut}laq. Firman Allah swt, dalam
(QS. Al-Nisa>’ [4]: 43).
...فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ...
Terjemah:
“…maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu…”
Kedua ayat diatas mengandung sebab yang sama
yaitu membasuh tangan, tetapi hukumnya berbeda yaitu membasuh tangan sampai
mata siku dalam wudhu dan hanya menyapu tangan secara mut}laq pada
tayammum. Dengan demikian, harus diamalkan secara masing-masing karena tidak
saling membatasi.
4.
Berbeda sebab dan hukumnya, maka mut}laq tidak
dibawa pada muqoyyad. Masing-masing berdiri sendiri. Kaidahnya:
اَلْمُـطْلَقُ لَا يُحْمَـلُ عَلىَ اَلْمُـقَــَّيدِ
إِذَااخْتَـــلَفـَـــافِى السَّــبَبِ وَاْلحُـــــكْمِ.
Terjemah:
“Mut}laq tidak dibawa ke muqoyyad jika sebab dan hukumnya berbeda.”
Contoh: (QS. Al-Ma>idah [5]: 6) tentang perintah
wudhu. Pada ayat tersebut kata “tangan” disebutkan dengan batasan yaitu sampai
siku. Sementara pada ayat lain yang menjelaskan tentang hukuman potong tangan
bagi pencuri yang berlaku mut}laq tanpa menyebutkan batasan. Firman
Allah swt, dalam (QS. Al-Ma>idah [5]: 38)
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا...
Terjemah:
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya …”
Kedua ayat diatas memiliki sebab dan hukum yang
berbeda. Ayat pertama menyebutkan keharusan mencuci tangan secara muqoyyad sampai
siku dalam masalah wudhu untuk melakukan shalat. Sementara ayat kedua
menyebutkan keharusan memotong tangan secara mut}laq dalam sanksi hukum
terhadap pencuri. Dalam hal ini, ulama bersepakat bahwa kedua ayat ini berlaku
sendiri-sendiri, lafal yang mut}laq tetap pada kemut}laqannya, sementara
yang muqoyyad, tetap pada kemuqoyadannya.
IV. Kesimpulan
Ushul fiqh adalah pengetahuan tentang
kaidah dan penjabarannya yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum syariat Islam
mengenai perbuatan manusia, dimana kaidah tersebut bersumber dari dalil-dalil
agama secara rinci dan jelas. Salah satu kajian dari ushul fiqh ialah mut}laq
dan muqoyyad. Mut}laq adalah perkataan yang menunjukkan satu atau
beberapa objek yang tersebar tanpa ikatan bebas menurut lafal. Sedangkan muqoyyad adalah suatu lafal yang
menunjukkan suatu hal, barang atau orang yang tidak tertentu (syai’ah)
tanpa ada ikatan (batasan) yang tersendiri berupa perkataan.
Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan mut}laq dan
muqoyyad antara lain: (1) Hukum mut}laq, yaitu lafal yang
dapat digunakan sesuai dengan kemutlakannya, (2) Hukum muqoyyad, yaitu
lafal yang tetap dinyatakan muqoyyad selama belum ada bukti yang me-mut}laq-kan,
(3) Hukum mut}laq yang sudah dibatasi, yaitu lafal yang jika
telah ditentukan batasannya, maka ia menjadi muqoyyad, (4) Hukum muqoyyad
yang dihapuskan batasannya, yaitu lafal yang jika dihadapkan pada
dalil lain yang menghapus ke-muqoyyadan-nya, maka ia menjadi mut}laq.
Pada kasus-kasus tertentu, terdapat dalil
syara’ dengan lafal yang mut}laq disatu tempat, sedang ditempat lain
menunjukkan muqoyyad. Pada permasalahan seperti ini, ada empat
alternatatif kaidah yang dapat digunakan, yaitu: (1) Hukum dan sebabnya sama,
maka yang mut}laq dibawa kepada muqoyyad, (2) Berbeda sebabnya
namun sama hukumnya. Pada permasalahan ini, maka yang mut}laq dibawa
pada yang muqoyyad. (3) Berbeda hukum namun sama sebabnya, maka mut}laq
dibawa pada muqoyyad. (4) Berbeda sebab dan hukumnya, maka mut}laq
tidak dibawa pada muqoyyad. Masing-masing berdiri sendiri, lafal
yang mut}laq tetap pada kemut}laqannya, sementara yang muqoyyad,
tetap pada posisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: CV. Naladana, 2004.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Naladana, 2004), 8.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an,
791.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an,
105.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an,
142.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan, 121.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an,
151.
Syarifuddin, Ushul Fiqh,
128.
Baca Juga Artikel Di Bawah Ini:
Best Article, Good Author
BalasHapusJangan Apatis dan Dayus dream and good Obat Sinusitis Paling Aman
Thanks For Information
cara mengobati congek obat radang tenggorokan di apotik | ahli gigi
BalasHapusNice and Good Best and Greet
BalasHapusShalat Qadha dan Kewajibannya dan yang baik Bendera Merah Putih adalah Bendera Nabi dan menarik kembali Kepada Al-Qur'an dan Sunnah dengan sanad Ulama
Verry Good and Best..
Nice and good Best Article
BalasHapusCara Mengobati Penyakit Infeksi Saluran Kemih
Best and good and Verry Nice
Sangat bagus dan memukau
BalasHapusObat Batuk Rejan Anak Ampuh Nice And Good Khutbah Jum'at Pakai Slide
Sangat terbaik dan bagus
Sangat bermanfaat dan baik
BalasHapusObat Tradisional Tulang Retak Pada Anak Nice and Best Haruslah Kita Bermadzhab
Sangat baik dan benar
Kata mut}laq secara sederhana berarti tiada terbatas. Terimakasih sangat bermanfaat Obat Telinga Bernanah
BalasHapusSalam hormat,
BalasHapusCara Mengatasi cacingan Pada Anak
Obat Penyakit Campak Untuk Anak
Cara Mengobati Sumeng Pada Anak
Download Lagu Thomas Arya Feat-Pitaloka Satu Hati
Sangat keren dan jua luar biasa dari Artikelnya. Jangan lupa kunjungi pula 3 Cara Mengenal Jati Diri dan 3 Cara Untuk Move-On Lebih Cepat . Jangan lupa untuk mencari obat Cara Mengobati campak Dengan Cepat yang pastinya Baik dan sehat dan juga Obat Pneumia Pada Ibu Hamil . InsyaAllah berkah dan Luar baisa.
BalasHapusDon't Forget yah.
Pengobatan Pneumonia
BalasHapusInfo Seputar Wasir
Puisi Ditolak Lagi