A.
PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Psikoterapi
(psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya,
pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini
mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi
gangguan emosionalnya dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran dan emosinya,
sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah
psikisnya.
Menurut Carl
Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan
suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini juga digunakan untuk orang
sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang
penderitaannya menyiksa kita semua. Menurut pendapat Jung ini, bangunan
psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga
berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharan
dan pengembangan jiwa yang sehat).
Psikoterapi
sangat berguna untuk:
- Membantu penderita dalam
memahami dirinya, mengetahui sumber-sumber psikopatologi dan kesulitan
penyesuaian diri, memberi perspektif masa depan yang lebih cerah.
- Membantu penderita mendiagnosis
bentuk-bentuk psikopatologi, dan
- Membantu penderita menentukan
langkah-langkah praktis dan pelaksanaan pengobatannya.
B.
BENTUK-BENTUK DAN TEKNIK PSIKOTERAPI
Muhammad Abd
al-‘Aziz al-Khalidi membagi obat (syifa’) ke dalam dua bagian: Pertama,
obat hissi, yaitu obat yang dapat menyembukan penyakit fisik, seperti
berobat dengan madu, air buah-buahan yang disebutkan dalam al-Quran. Sunnahnya
digunakan untuk menyembuhkan kelainan jasmani. Kedua, obat ma’nawi,
obat yang sunnahnya menyembuhkan penyakit ruh dan kalbu manusia, seperti
doa-doa dan isi kandungan dalam al-Quran.
Kepribadian
merupakan produk fitrah nafsani (jasmani-ruhani). Aspek ruhani menjadi
esensi kepribadian manusia, sedang aspek jasmani menjadi alat aktualisasi. Oleh
karena itu maka kelainan kepribadian disembuhkan dengan pengobatan ma’nawi.
Demikian juga kelainan jasmani sering kali disebabkan oleh kelainan ruhani maka
cara pengobatannya pun harus dengan sunnah pengobatan ma’nawi.
Al-Razi,
dokter sekaligus filosof muslim mengatakan bahwa, tugas seorang dokter
disamping mengetahui kesehatan jasmani dituntut juga mengetahui kesehatan jiwa.
Hal itu menurutnya dilakukan untuk menjaga keseimbangan jiwa dalam melakukan
aktivitas-aktivitasnya, agar tidak terjadi keadaan yang minus atau berlebihan.
Hal ini menunjukkan urgensinya suatu pengetahuan tentang psikis. Pengetahuan
psikis tidak sekedar berfungsi untuk memahami kepribadian manusia, tetapi juga
untuk pengobatan penyakit jasmaniah dan ruhaniah. Banyak diantara kelainan
jasmani diakibatkan oleh kelainan jiwa manusia. Penyakit jiwa seperti stress,
dengki, iri hati, dan lainnya sering kali menjadi penyebab utama penyakit
jasmani.
Muhammad
Mahmud, seorang psikolog muslim ternama, membagi psikoterapi Islam dalam dua
kategori; Pertama, bersifat duniawi, berupa pendekatan dan
teknik-teknik pengobatan psikis setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan
nyata. Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan mengenai
nilai-nilai moral, spiritual dan agama.
Sampai saat
ini, sebagaimana dikemukakan Atkinson, terdapat enam teknik psikoterapi yang
digunakan oleh para psikiater atau psikolog, antara lain:
- Teknik Terapi Psikoanalisa
Bahwa di
dalam tiap-tiap individu terdapat kekuatan yang saling berlawanan yang
menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Konflik ini mempunyai pengaruh
kuat pada perkembangan kepribadian individu, sehingga menimbulkan stres dalam
kehidupan. Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang
berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini banyak
dikembangkan dalam Psiko-analisis Freud. Menurutnya, paling tidak terdapat lima
macam teknik penyembuhan penyakit mental, yaitu dengan mempelajari otobiografi,
hipnotis, chatarsis, asosiasi bebas, dan analisa mimpi. Teknik freud ini
selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.
2. Teknik
Terapi Perilaku
Teknik ini
menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu, antara lain desensitisasi,
sistematik, flooding, penguatan sistematis, pemodelan, pengulangan perilaku
yang pantas dan regulasi diri perilaku.
3. Teknik
Terapi Kognitif Perilaku
Teknik
modifikasi perilaku individu dan mengubah keyakinan maladatif. Terapis membantu
individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap suatu peristiwa dengan
interpretasi yang lebih realistik.
4. Tenik
Terapi Humanistik
Teknik dengan
pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri
sesunguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi terapis yang
minimal (client-centered-therapy). Gangguan psikologis diduga timbul
jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi
atau orang lain.
5. Teknik
Terapi Eklektik atau Integratif
Yaitu
memilih teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu. Terapis
mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi
seksual, dan depresi.
6. Teknik
Terapi Kelompok dan Keluarga
Terapi
kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali
sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah
serupa. Sedang terapi keluarga adalah bentuk terapi khusus yang membantu
pasangan suami-istri, atau hubungan arang tua-anak, untuk mempelajari cara yang
lebih efektif, untuk berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai
masalahnya.
Berbagai
teknik terapi di atas, tidak satupun menyebutkan teknik terapi ukhrawi.
Freud bahkan dalam The Future of an Ilusion mengaggap bahwa orang yang
memeluk suatu agama berarti ia telah menderita delusi, ilusi dan obsessional
neurosis yang berasal dari ketidakmampuan manusia dalam menghadapi kekuatan
alam di luar dirinya dan juga kekuatan insting dari dalam dirinya sendiri.
Agama merupakan kumpulan neurosis yang disebabkan oleh kondisi serupa dengan
kondisi yang menimbulkan neurosis pada anak-anak.
Teori freud
ini kemudian dibantah oleh Carl Jung putra mahkotanya sendiri. Jung terpaksa
mengadakan penelitian pada mitologi, agama, alkemi dan astrologi. Penelitiannya
ini dapat membantu archetipe-archetipe yang sulit diperoleh dari
sumber-sumber kontemporer. Selanjutnya Allport juga membantah teori Freud. Para
psikolog kontemporer tidak menemukan patologi-patologi yang terjadi pada
pemeluk agama yang salih. Pemeluk agama yang salih justru mampu
mengintegrasikan jiwanya dan tidak pernah mengalami hambatan-hambatan hidup
secara serius. Dengan demikian, teori Freud yang hanya mengutamakan psikoterapi
duniawi tidak dapat dipertahankan lagi dan dipandang perlu untuk
penambahan psikoterapi lain yang dikaitkan dengan kehidupan agama, yakni
psikoterapi ukhrawi yang berasaskan agama.
(yaitu Rabb)
Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Rabbku, Yang
Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku (QS. As-Syu’ara : 78 – 80)
Psikoterapi
dalam Islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat
duniawi maupun ukhrawi. Psikoterapi hati itu ada lima macam :
- Membaca Al-Quran sambil mencoba
memahami artinya;
- Melakukan shalat malam;
- Bergaul dengan orang yang baik
atau salih;
- puasa
- zikir malam hari yang lama
- 1. membaca Al-qur’an
Al-Quran
dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab didalamnya memuat
resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyalkit jiwa manusia. Tingkat
kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan pasien.
Al-Qurthubi
dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada dua pendapat dalam memahami term syifa’
dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa yang dapat menghilangkan
kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang tertutup, serta dapat menyembuhkan
jjwa yang sakit; kedua, terapi yang dapat menyembuhkan penyakit fisik,
baik dalam bentuk azimat maupun tangkal. Sementara Al-Thabathaba’I mengemukakan
bahwa syifa’ dalam Al-Qur’an memiliki makna “terapi ruhaniah” yang dapat
menyembuhkan penyakit batin. Al-Thabathaba’I jiga mengemukakan bahwa Al-Quran
juga dapat menyembuhkan penyakit jasmani, baik melalui bacaan atau tulisan.
Menurut
al-Faidh al-Kasyani dalam Tafsirnya mengemukakan bahwa lafal-lafal al-Quran
dapat menyembuhkan penyakit badan, sedangkan makna-maknanya dapat menyembuhkan
penyakit jiwa. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, bacaan al-Quran mampu mengobati
penyakit jiwa dan badan manusia. Obat yang mujarab yang dapat mengobati kedua
penyakit ini adalah hidayah al-Quran.
Kemukjizatan
lafal al-Quran bukan hanya perkalimat, tetapi perkata, bahkan perhuruf. Hal itu
dianalogikan dengan sabda Nabi bahwa pahala membaca al-Quran bukan perkalimat
atau perkata, tetapi per huruf. Apabila al-Quran dihadapkan pada orang yang
sehat mentalnya, maka ia bernilai konstruktif. Artinya, ia dapat
memperkuat dan mengembangkan integritas dan penyesuaian kepribadian dirinya.
Karena itu, berobat dengan menggunakan al-Quran, baik secara lahiriah maupun
batiniah, tidak hanya ketika dalam kondisi sakit, namun sangat dianjurkan dalam
kondisi sehat.
2. Shalat
diwaktu malam
Shalat
tahajjud memiliki banyak hikmah. Diantaranya adalah (1) setelah melakukan
ibadah tambahan (nafilah), baik dengan shalat maupun membaca al-Quran,
maka dirinya mendapatkan kedudukan terpuji dihadapan Allah SWT; (2) memiliki
kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang salih yang selalu dekat (taqqarub)
kepada Allah SWT, terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar; (3)
jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketenteraman, bahkan
Allah SWT menjajikan kenikmatan surga baginya; (4) doanya diterima, dosanya
mendapatkan ampunan dari Allah SWT, dan diberi rizki yang halal dan lapang
tanpa susah payah mencarinya; (5) sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa
yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai rasa syukur, nabi SAW sendiri
selalu melakukan tahajjud walaupun tumit kakinya bengkak.
Setelah
shalat sunat di malam hari, amalan yang perlu dilakukan adalah berdo’a,
berdzikir dan membaca wirid, sebab berdoa di malam hari mudah dikabulkan oleh
Allah SWT. Sabda Nabi SAW : “Sesuatu yang lebih mendekatkan Tuhan kepada
hamba-Nya di tengah malam adalah apabila engkau mampu melakukan zikir kepada
Allah maka lakukanlah.”
Shalat juga
merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif, dan konstruktif
sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk melatih konsentrasi
yang integral dan komprehensif.hal itu tergambar dalam niat dan khusyu’. Kedua,
shalat dapat menjaga kesehatan potensi-potensi psikis manusia, seperti
potensi kalbu untuk merasa (emosi), potensi akal untuk berpikir (kognisi), dan
potensi syahwat (appetite) dan ghadab (defense) untuk berkarsa (konasi). Denga
shalat, seseorang dapat menjaga dua dari lima prinsip kehidupan. Lima prinsip
kehidupan itu adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal,
memelihara keturunan, dan memelihara kehormatan dan harta benda. Dengan shalat
ia mampu menjaga agamanya, sebab shalat merupakan tiang agama. Demikian juga ia
dapat menjaga akalnya agar terhindar dari segala zat yang membahayakan. Ketiga,
shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan penyakit batin.
Dosa adalah
penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)-nya adalah taubat. Shalat
adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena dalam shalat seseorang kembali
(taba) pada Pencipta-nya.salah satu indikator taubat adalah mengakui kesalahan
dan dosa-dosa yang diperbuat. Dengan pengakuan akan dosa dan permohonan untuk
penghapusan dosa dalam doa iftitah, menghantarkan seseorang untuk
kembali pada fitrah aslinya yang terbebas dari segala penyakit batin. Bahkan
dalam hadis lain, shalat lima waktu dapat membersihkan fisik dan psikis
seseorang seperti orang yang membersihkan tubuhnya lima kali dalam sehari
semalam.
3.
Bergaul dengan orang shalih.
Orang yang
salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu
mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi
kehidupan. Dalam tradisi kaum sufi, seseorang yang shalih dan dapat
menyembuhkan penyakit ruhani manusia disebut dengan al-thabib al-ilahi atau
mursyid. Menurut al-Syarqawi, adalah al-thabib al-murabbi (dokter
pendidik). Dokter seperti ini lazimnya memberikan resep penyembuhan kepada
pasiennya melalui dua cara, yaitu:
1. negative
(al-salabi), dengan cara membersihkan diri dari segala sifat-sifat dan akhlak
yang tercela.
2. positif
(al-ijabi), dengan mengisi diri dari sifat-sifat atau akhlak yang terpuji.
Menurut
Sa’id Hawwa, menyatakan bahwa zikir, wirid, dan amalan-amalan tertentu belum
cukup untuk mengobati penyakit jiwa, melainkan diperlukan ilmu yang disertai
dengan mujahadah. Baik mursyid maupun al-thabib al-ilahi, keduanya
memiliki-pinjam istilah Abraham Maslow-pengalaman puncak (peak experience),
sebab selain mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok juga melakukan
perluasan diri (extension of the self) dengan ibadah-ibadah khusus.
4.
Melakukan puasa.
Puasa disini
adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra fitri
manusia. Pembagian puasa ada 2:
1. Puasa
fisik, yaitu menahan lapar,haus, dan berhubungan seks.(bukan miliknya atau
bukan pada tempatnya)
2. Puasa
psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala perbuatan maksiat.
Puasa juga
mampu menumbuhkan efekemosional yang positif, seperti menyadari akan kemaha
kuasaan Allah SWT, menumbuhkan solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain,
serta menghidupkan nilai-nilai positif dalam dirinya untuk aktualisasi diri
sebaik mungkin. Hikmah lapar menurut Al-Ghazali:
-
Menjernihkan Qalbu dan mempertajam pandangan
-
Melembutkan Qalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
-
Menjauhkan prilaku yang hina dan sombong
-
Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah
-
Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang buruk
-
Mengurangi jam tidur dan memperkuat kondisi terjaga dimalam hari untuk ibadah
-
Mempermudah seseorang untuk selalu tekun beribadah
-
Menyehatkan badan dan jiwa serta menolak penyakit
-
Menumbuhkan sikap mendahulukan suka membantu orang lain dan mudah bersedekah.
5.
Zikir
Zikir dalam
arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah dalam berbagai kesempatan.
Sedangkan dalam arti luas mengingat segala keagungan dan kasih saying Allah SWT
yang telah diberikan,serta dengan menaati perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dua makna
yang terkandung dalam lafal zikir menurut At-Thabathabai:
1. Kegiatan
psikologis yang memungkinkan seseorang memelihara makna sesuatu yang diyakini
berdasarkan pengetahuannya atau ia berusaha hadir padanya (istikdhar)
2. Hadirnya
sesuatu pada hati dan ucapan seseorang.
Zikir dapat
mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas zikir mendorong
seseorang untuk mengingat, menyebut kembali hal-hal yang tersembunyi dalam
hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan
menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT semata, sehingga zikir mampu memberi
sugesti penyembuhannya.
Melakukan
zikir sama halnya nilainya dengan terapi rileksasi, yaitu satu bentuk terapi
dengan menekankan upaya mengantarkan pasien bagaimana cara ia harus
beristirahat dan bersantai-santai melalui pengurangan ketegangan atau tekanan
psikologis. Kunci utama keadaan jiwa mereka itu adalah karena melakukan
zikir.firman Allah SWT:
(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS.
Al-Ra’d:28)
Cara
berzikir:
1.
Zikir Jabar, zikir yang dikeraskan baik melalui suara maupun gerakan. Fungsinya
adalah untuk menormalisasikan kembali fungsi system jaringan syaraf,sel-sel,
dan semua organ tubuh.
2.
Zikir Sirr, zikir yang diucapkan dalam hati.
Kesimpulan
kelima terapi diatas adalah terapi dengan doa dan munajat. Doa adalah permohonan
kepada Allah SWT agar segala gangguan dan penyakit jiwa yang dideritanya
hilang. Allah yang memberikan penyakit dan Dia pula yang memberikan kesembuhan.
Doa dan munajah banyak didapat dalam setiap ibadah, baik dalam shalat, puasa,
haji, maupun dalam aktivitas sehari-hari. Agar doa dapat diterima maka
diperlukan syarat-syarat khusus, diantaranya dengan membaca istigfar terlebih
dahulu. Istigfar tidak hanya berarti memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih
esensial lagi yaitu memiliki makna taubat.
Yang unik
dalam psikoterapi islam adalah keberadaannya sangat subyektif dan teosentris.
Dalam melakukan terapi, masing-masing individu memiliki tingkat kualitas yang
berbeda seiring pengetahuan, pengalaman, dan pengamalan yang dimiliki. Tentunya
hal itu mempengaruhi tingkat kemujaraban terapi yang diberikan. Perbedaan itu
dapat dipahami sebab dalam islam mempercayai adanya anugrah dan kekuatan agung
diluar kekuatan manusia, yaitu Tuhan
reference :
Abdul Mujib,
Nuansa-Nuansa Psikologi Islam.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
Baca Juga Artikel Di Bawah Ini:
thanks infonya kawan, sangat bermanfaat
BalasHapusterimakasih atas informasinya semoga bermanfaat
BalasHapusterimakasih atas infonya,,bermanfaat banget
BalasHapusartikelnya bagus gan,
BalasHapussaya tunggu postingan selanjutnya