Home » Filsafat » Mengapa barat Menjadi sekular-liberal?
Mengapa barat Menjadi sekular-liberal?
Pandangan
Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dalam sejarah peradaban Barat, dimana
ke-Kristenan telah mengalami tekanan berat, sehingga dipaksa untuk memperkecil
atau membatasi wilayah otoritasnya. Gereja dipaksa menjadi sekular, dengan
melepaskan wilayah otoritasnya dalam dunia politik. Fenomena sekularisasi dan liberalisasi pada peradaban Barat –
yang kemudian diglobalkan ke seluruh dunia — sebenarnya dapat ditelusuri dari
proses sejarah yang panjang yang dialami oleh salah satu peradaban besar di
dunia ini. Dalam buku The Secularization of the European Mind in the
Nineteenth Century, Owen Chadwick menulis satu bab berjudul “On
Liberalism”. Kata ‘liberal’ secara harfiah artinya “bebas” (free),
artinya “bebas dari berbagai batasan” (free from restraint). “The
liberal state,” tulis Chadwick, “must be the secular state.”
Dalam sejarah
Kristen Eropa, kata “secular” dan “liberal” dimaknai sebagai pembebasan
masyarakat dari cengkeraman kekuasaan Gereja, yang sangat kuat dan hegemonik di
Zaman Pertengahan. Proses berikutnya bukan saja dalam bidang sosial-politik,
tetapi juga menyangkut metodologi pemahaman keagamaan. Misalnya, muncul
pemikiran Yahudi Liberal (Liberal Judaism), dengan tokohnya Abraham
Geiger. Begitu juga merebaknya pemikiran teologi liberal dalam dunia
Kristen. Proses sekularisasi-liberalisasi agama, kemudian diglobalkan dan
dipromosikan ke agama-agama lainnya, termasuk Islam.
Mengapa Barat
kemudian memilih jalan hidup sekular-liberal? Setidaknya, ada tiga faktor
penting yang menjadi latar belakang, mengapa Barat memilih jalan hidup sekular
dan liberal dan kemudian mengglobalkan pandangan hidup dan nilai-nilainya ke
seluruh dunia, termasuk di dunia Islam. Pertama, trauma
sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi agama (Kristen) di zaman
pertengahan. Kedua, problema teks Bible. Dan ketiga,
problema teologis Kristen. Ketiga problema itu terkait satu dengan lainnya,
sehingga memunculkan sikap traumatis terhadap agama, yang pada ujungnya
melahirkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah tradisi pemikiran Barat
modern.
Pertama,
Problem Sejarah Kristen
Sejarah
Kekristenan, kata Bernard Lewis, banyak diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan
kekafiran (heresy), dan dengan konflik antar kelompok yang berujung pada
peperangan atau persekusi. Sejarah bermula sejak zaman Konstantine, dimana
terjadi konflik antara Gereja Konstantinopel, Antioch, dan Alexandria. Lalu,
antara Konstantinopel dan Roma; antara Katolik dan Protestan dan antara
berbagai sekte dalam Kristen. Setelah konflik-konflik berdarah banyak terjadi,
maka muncul kalangan Kristen yang berpikir, bahwa kehidupan toleran antar
kelompok masyarakat hanya mungkin dilakukan jika kekuasaan Gereja untuk
mengatur politik dihilangkan, begitu juga campur tangan negara terhadap Gereja.
Dalam perjalanan
sejarahnya, peradaban Barat (Western Civilization) telah mengalami
masa yang pahit, yang mereka sebut “zaman kegelapan” (the dark ages).
Mereka menyebutnya sebagai ‘Zaman Pertengahan’ (the medieval ages).
Zaman itu dimulai ketika Imperium Romawi Barat runtuh pada 476 dan mulai
munculnya Gereja Kristen sebagai institusi yang dominan dalam masyarakat
Kristen Barat sampai dengan munculnya zaman reneissance sekitar abad
ke-14. Karena itu, mereka menyebut zaman baru dengan istilah “renaissance”
yang artinya “rebirth” (lahir kembali). Mereka seperti merasa, bahwa
ketika hidup di bawah cengkeraman kekuasaan Gereja, mereka mengalami kematian.
Sebab, ketika itu Gereja yang mengklaim sebagai institusi resmi wakil Tuhan di
muka bumi melakukan hegemoni terhadap kehidupan masyarakat dan melakukan
berbagai tindakan brutal yang sangat tidak manusiawi. Sejarah dominasi
kekuasaan Gereja bisa ditelusuri sejak awal mula tumbuhnya Kristen sebagai
agama negara di zaman Romawi. Besarnya kekuasaan yang dimiliki Gereja
melahirkan berbagai penyimpangan. Tahun 1887, Lord Acton seperti menyindir
hegemoni kekuasaan Gereja dan menulis surat kepada Bishop Mandell Creighton.
Isinya antara lain: “All power tends to corrupt; absolute power corrupts
absolutely.”
0 Komentar Blogger
Twitter
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar
Ayo tinggalkan jejak anda berupa komentar disini !!! karena komentar anda sangat berarti sekali demi kemajuan blog ini.
Panduan Memberi Komentar
1.Masukan komentar anda
2.Lalu pada kata 'beri komentar sebagai' , pilih account yang anda punya, bagi yang belum mempunyai account pilih Name/url, isi nama anda dan Kosongkan URL atau isi dengan alamat facebook anda(untuk mengetahui alamat facebook anda silahkan login ke facebook dan pilih profile anda, anda dapat melihat alamat Facebook anda di atas, contoh alamat Facebook punya saya http://www.facebook.com/profile.php?id=1823916177
3.dan kemudian Publikasikan
4.Selesai dan anda tinggal menunggu komentar anda muncul
Semoga bermanfa'at.