Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas,
sebab dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya
baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Dalam rangka
mewujudkan potensi diri menjadi multiple kompetensi harus melewati
proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran.
Berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan
sekitar. Sesungguhnya pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding
kelas. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan menghapus kejenuhan dan
menciptakan peserta didik yang cinta lingkungan.
Seorang
pendidik/guru dituntut untuk cermat dalam memilih dan menetapkan metode
apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan meteri pelajaran kepada
peserta didik. Karena dalam proses belajar mengajar dikenal ada beberapa
macam metode antara lain: metode ceramah, metode diskusi, metode tanya
jawab, metode demonstrasi dan lain sebagainya. Semua metode tersebut
dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.
Oleh
karena itu Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa sifat-sifat
pendidik muslim diantaranya ialah harus mampu menggunakan berbagai
metode mengajar secara bervariasi dan menguasainya dengan baik serta
mampu memilih metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran serta
situasi belajar mengajarnya (Yunus Namsa, 2000 : 92).
Metode
selalu tumbuh atau mengalami perkembangan atau perubahan seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan tentang psikologi anak, sebagaimana John
Vaizey yang dikutip Yunus Namsa bahwa sumber yang menyebabkan perubahan
dalam metode mengajar yang paling menonjol adalah pengetahuan psikologi
anak yang berubah-ubah dan proses belajar yang harus diikuti oleh para
guru (Yunus Namsa, 2000 : 117).
Perubahan
dalam hal ini peningkatan pengetahuan tentang psikologi anak-anak
menyebabkan konsepsi tentang mengajar berubah dari pusat pada guru (teacher centered) dalam konsep lama beralih terpusat pada murid (student centered)
dalam konsep baru. Hal ini juga membawa akibat terhadap keharusan
mengutamakan penggunaan metode-metode yang lebih merangsang keaktifan
murid selama belajar karena memang mereka yang belajar dan mereka pula
yang diajar. Dengan ungkapan lain, seorang guru dituntut untuk
menggunakan metode yang bervariasi dan dapat membuat siswa menjadi
aktif.
Banyak
macam metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran islam yang
juga relevan dengan pembelajaran fiqih, diantaranya: metode ceramah,
metode tanya jawab, metode diskusi, metode resitasi (pemberian tugas),
metode demonstrasi, metode pemecahan masalah (problem solving) metode
simulasi (Depag RI, 2001 : 104). Tidak ada metode mengajar yang lebih
baik dari metode yang lain. Tiap-tiap metode memiliki kelemahan dan
kelebihan. Dalam penerapannya tidak satu metode saja yang digunakan
dalam satu kali proses pembelajaran melainkan dapat digunakan dua, tiga
atau lebih, disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Semakin bervariasi metode yang digunakan semakin menghidupkan suasana
kelas bagi siswa-siswi yang belajar.
Dalam pendidikan agama Islam, misalnya dalam pelajaran fiqih, seorang
guru dapat memilih beberapa metode yang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan seperti materi tentang berwudhu. Pada materi ini seorang
guru fiqih bisa memakai metode ceramah, metode kelompok, metode tanya
jawab, demonstrasi atau metode yang lainnya yang menurut guru fiqih bisa
dipakai dan cocok dengan materi yang disampaikan. Karena harus disadari
oleh pendidik tidak semua metode cocok dengan materi yang akan
disampaikan.
Menurut Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar (1995, hal. 7-10) mengatakan
bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan
mengaplikasikan sebuah metode pengajaran; Tujuan yang hendak dicapai,
Kemampuan guru, Anak didik, Situasi dan kondisi pengajaran di mana
berlangsung, Fasilitas yang tersedia, Waktu yang tersedia dan Kebaikan
dan kekurangan sebuah metode.
Menurut Amin Abdullah (2001, hal. 59) pembelajaran pendidikan agama
Islam yang berjalan hingga sekarang lebih banyak terfokus pada persoalan
persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata. Pendidikan
agama terasa kurang terkait atau kurang consern terhadap
persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif
menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri
peserta didik lewat berbagai cara, media dan forum. Selanjutnya “makna”
dan “nilai” yang telah terkunyah dan terhayati tersebut dapat menjadi
motivasi bagi peserta didik untuk bergerak, berbuat, berprilaku secara
konkrit agamis dalam wilayah kehidupan praksis sehari-hari.
Selama ini terkesan bahwa pendidikan menganut asas subject matter oriented yang
membebani peserta didik dengan informasi-informasi kognitif dan motorik
yang kadang-kadang kurang relevan dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan psikologis peserta didik. Pendidikan yang menyangkut ranah
kognitif sudah dijalankan dengan perhatian yang besar. Pengelolaan
pengajaran yang ada memberi kesan terlalu berorientasi kepada iptek
termasuk juga keterampilan motorik terlalu berorientasi pada teknis.
Dengan asas ini dapat dihasilkan lulusan yang pandai, cerdas, dan
terampil; tetapi kepandaian dan kecerdasan intelektual tersebut kurang
diimbangi dengan kecerdasan emosional. Keadaan demikian terjadi karena
kurangnya perhatian pada ranah afektif. Padahal ranah afektif sama
penting peranannya dalam membentuk perilaku peserta didik. Sekarang,
dalam mendukung demokratisasi pendidikan, tibalah saatnya mengubah asas subject matter oriented ke student oriented. Orientasi pendidikan yang bersifat student oriented lebih
menekankan pada pertumbuhan, perkembangan, dan kebutuhan peserta didik
secara utuh baik lahir maupun batin. Dalam hal ini kecerdasan otak
memang penting, tetapi kecerdasan emosional juga tidak kalah pentingnya.
Pengajaran tidak harus top down namun diimbangi dengan bottom up sehingga
tidak ada lagi pemaksaan kehendak pendidik tetapi akan terjadi
tawar-menawar kedua belah pihak dalam menentukan tujuan, materi, media,
PBM, dan evaluasi belajarnya (Zulkarnain 2006, hal.91-92).
Proses pengajaran pendidikan agama Islam sebagaimana yang berlangsung
bersandar pada bentuk metodologi yang bersifat
statis-indoktrinasi-doktriner, tidaklah menarik bagi peserta didik dan
cepat membosankan. Karena itu perlu dicari cara yang baru sehingga isi
dan metodologi pendidikan Islam menjadi aktual-kontekstual (Kasinyo
Harto dan Abdurrahmansyah (2009, hal. 4).
Pendidikan
agama Islam yang berlangsung hingga sekarang tampaknya masih terjebak
dalam pengajaran ranah kognitif dogmatis yang sibuk mengajarkan
pengetahuan peraturan dan hukum dengan disiplin ilmu fiqih (Fiqih Oriented)
sehingga fiqih dianggap sebagai agama itu sendiri. Selain itu
pembelajaran pendidikan agama Islam masih banyak memfokuskan pada isi
atau muatan materi yang ditransfer kepada anak didik dengan dalil-dalil
dan dogma-dogma yang tidak menyentuh realitas kehidupan dan bukannya
pada proses dan metodologi.
Mata pelajaran fiqih dalam kurikulum Madrasah Aliyah adalah salah satu
bagian mata pelajaran Pendidikan Agma Islam (PAI) yang diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan
mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi pandangan hidup (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan (Depag RI 2004, hal. 46).
Mata
pelajaran Fiqih sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada
peserta didik demi mendukung kemampuan seseorang dalam hal hukum islam.
Fiqih berfungsi sebagai landasan seorang muslim apabila akan melakukan
praktek ibadah. Oleh karena itulah mata pelajaran Fiqih penting mendapat
perhatian yang besar bagi seoarang anak di usia dini, agar kedepannya
dia akan terbiasa menjalankan kehidupan sesuai dengan hukum islam yang
ada.
Ditinjau dari aspek metodologis, proses pendidikan agama Islam
diantaranya pembelajaran fiqih yang berlangsung hingga sekarang masih
banyak top down dan membawakan kebenaran agama dari atas sehingga
kurang menghiraukan kenyataan-kenyataan yang unit dan melibatkan dengan
kebutuhan keseharian. Pada aspek materi, tampak masih lebih dominan
aspek ritualnya dengan disiplin ilmu fiqih sebagai pilihan. Pendekatan
yang digunakanpun sangat normatif dan dogmatik. Sehingga kehadiran
pelajaran pendidikan agama Islam terasa membosankan dan kurang menantang
(Kasinyo Harto dan Abdurrahmansyah 2009, hal. 7).
Menurut Azyumardi Azra (2001, hal. 84-86) ada beberapa persoalan yang
muncul dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam sekarang ini,
diantaranya krisis metodologi atau krisis pedagogik. Sekarang ini
semakin tinggi kecenderungan pola pelaksanaan pendidikan agama Islam,
bahwa yang terjadi adalah lebih merupakan proses teaching, proses pengajaran, ketimbang proses learning,
proses pendidikan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses pengajaran
pendidikan agama Islam hingga sekarang hanya mengisi aspek pribadi dan
watak.
Dapat dipahami selama ini yang terjadi ialah proses pasif, dimana anak
didik hanya mendengar dan menerima dari guru atau dosen tanpa ada unsur
kreatifitas. Kecenderungan ini berkaitan juga dengan implikasi lebih
lanjut dari banking concept of education ; dosen ataupun guru
hanya menekankan pada memorisasi, menekankan hapalan ketimbang pemikiran
kritis. Sehingga peserta didik yang baik menurut sistem pembelajaran
seperti ini adalah anak yang penurut, tidak kritis serta mematuhi aturan
yang sudah ada.
Dalam kaitan ini Amin Abdullah (2001, hal. 64) mencoba menwarkan sebuah
metode dalam proses pembelajaran agama Islam yakni proses pembelajaran
yang melibatkan dimensi historis-empiris-saintifik. Tampaknya metode
yang ditawarkan Amin tersebut adalah sintesa harmonis antara
doktriner-saintifik sehingga aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
tersaji. Lewat partisipasi anak didik secara aktif-responsif.
Perkembangan
yang pesat utamanya dalam bidang informasi, mensyaratkan perlunya
menggeser pola pembelajaran yang lebih aktif dan partisipasif. Dengan
semakin meningkatnya laju perkembangan pengetahuan, guru tidak mampu
lagi menjadi satu-satunya sumber informasi. Demikian kian juga dengan
peserta didik, perlu menggeser peran dari sekedar menerima pasif
informasi menuju pencarian aktif pengetahuan dan keterampilan serta
menggunakannya secara bermakna.
Hal
di atas sejalan dengan tuntutan perundang undangan, yaitu undang
undang No.20 tentang Sisdiknas, pasal 40 salah satu ayatnya berbunyi:
“guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis”
(Sisdiknas 2009, hal.148). dan Peraturan Pemerintah. No. 19 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 19 (1). Dinyatakan bahwa proses
pembelajaran pada suatu pendidikan dilaksanakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, meberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis siswa (PP. 2009, hal. 209).
Dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 dan Standar Isi dan Kompetensi
(SISKO) 2006 digunakan istilah kegiatan belajar untuk menyebut seluruh
kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar dalam rangka menguasai
kompetensi. Penggunaan istilah kegiatan belajar membuat semua orang
sadar bahwa pusat utama proses belajar mengajar di kelas adalah siswa (Student Centered Learning).
Paradigma ini mengembang menjadi paradigma pendekatan belajar mutakhir,
menggeser kebiasaan sekolah tradisional yang cenderung menempatkan guru
sebagai pusat kegiatan. Namun umum terjadi bahwa guru yang terlihat
aktif di kelas dan menjadi subjek yang mendominasi dalam proses
pembelajaran, sementara siswa pasif (Kasinyo Harto dan Abdurrahmansyah 2009, hal. 121).
Menurut Silberman didalam Imam
Makruf (2009, hal. 78-79), konsep belajar aktif ini diilhami oleh
pernyataan Confucius 2400 tahun yang lalu dengan mengatakan:
Apa yang saya dengar, saya lupa (what I hear, I forget)
Apa yang saya lihat, saya ingat (what I see, I remember)
Apa yang saya lakukan, saya paham (what I do, I understand)
Konsep tersebut kemudian dimodifikasi dan memperluas pernyataan Silberman menjadi apa yang disebut paham belajar aktif:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Apa yang diajarkan pada orang lain, saya kuasai.
Dengan
demikian jelas bahwa permasalahan cukup mendasar dalam pendidikan
atau pembelajaran harus memperhatikan kebrmaknaan bagi peserta didik
yang dilakukan secara dialogis atau interaktif, yang pada intinya
pebelajaran berpusat pada siswa sebagai pebelajar dan pendidik sebagai
fasilitator yang memfasilitasi agar terjadi belajar pada peserta
didik.
Belajar
aktif pada dasarnya ingin mengakomodir semua belajar siswa, sehingga
masing-masing akan dapat belajar dengan baik. Proses belajar aktif juga
didasarkan pada upaya untuk lebih memanusiakan manusia. Pembelajaran
aktif mengakui bahwa setiap siswa memiliki kemampuan atau potensi untuk
belajar. Dengan demikian yang diperlukan adalah bagaimana agar potensi
untuk belajar tersebut dapat diekspoitasi semaksimal mungkin.
Masing-masing siswa ditempatkan pada posisi yang sama, sejajar dan
memiliki kesempatan yang sama dalam belajar (Imam Makruf 2009, hal. 80).
Dalam
proses belajar mengajar dikenal adanya istilah “pengajaran” dan
“pembelajaran”. Dua istilah tersebut sering diidentikkan atau dianggap
sama, meskipun secara filosofis memiliki perbedaan. Pengajaran lebih
menekankan pada terjadinya proses mengajar, atau dengan kata lain, dalam
pengajaran yang lebih aktif melakukan kegiatan adalah pengajarnya.
Dengan demikian, apabila pengajar sudah menyampaikan kepada siswa sesuai
dengan kurikulum yang ada, maka proses belajar mengajar dianggap
selesai. Hal ini berbeda dengan “pembelajaran” yang lebih menekankan
pada upaya untuk mewujudkan terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal
ini yang lebih banyak melakukan aktifitas adalah siswa. Dengan kata
lain, pembelajaran lebih menunjukkan pada terjadinya belajar secara
aktif (Imam Makruf 2009, hal. 77).
Ide
pembelajaran aktif ini sebenarnya mengacu kepada bagaimana memberikan
sesuatu yang berbeda. Jadi pembelajaran aktif sebenarnya mengakomodasi
perbedaan yang ada diatara individu peserta didik. Seperti diketahui
peserta didik bersifat unik. Oleh karena itu ada beberapa defenisi yang
di kutip dari Junaedi (2008, hal. 12) tentang defenisi pembelajaran
aktif. Defenisi yang dimaksud sebagai berikut:
1. Belajar
aktif menurut Meyers dan Jones, meliputi pemberian kesempatan kepada
peserta didik untuk melakukan diskusi yang penuh makna, mendengar,
menulis, membaca dan merefleksikan materi, gagasan, isu, dan materi
akademi.
2. Paulson
dan Faust mengungkapakan bahwa belajar aktif secara sederhana merupakan
segala sesuatu yang dilakukan peserta didik selain menjadi pendengar
pasif ceramah dari guru.
3. Jaoin
Report, menyatakan bahwa belajar merupakan pencarian makna secara aktif
oleh peserta didik. belajar lebih merupakan pembangunan pengetahuan
daripada sekedar menerima pengetahuan secara aktif.
4. Chikering dan Gamson menambahkan bahwa belajar tidaklah seperti mennonton oleh raga
Pembelajaran
aktif seringkali dikombinasikan dengan pembelajaran kerjasama atau
kolaborasi di mana siswa bekerja secara interaktif dalam tim yang
memajukan ketergantungan dan pertanggungjawaban individual untuk
mencapai tujuan bersama. Sebagai tambahan, pembelajaran aktif bisa menunjukkan berbagai kecerdasan (http://www.baldrigeindo.com).
Apa
yang menjadikan belajar Aktif ? Agar belajar menjadi aktif, siswa harus
mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak,
mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka
pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh
gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak
leluasa dan berfikir keras (moving about dan thingking aloud) (Melvin L. Silberman 2006, hal. 9)
Dapat dipahami pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan anak berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar anak maupun anak dengan pendidik dalam proses pembelajaran tersebut. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak, sehingga semua anak dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.
Belajar aktif atau active learning merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan secara pribadi menarik hati dimana para siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang pelajaran tertentu dan mendiskusikannya dengan guru dan teman.
Dengan konsep belajar menyenangkan siswa termotivasi untuk aktif dalam
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah,
efektif dan efisien. Adapun kendala yang dihadapi antara lain saat kegiatan belajar mengajar berlangsung ada beberapa siswa yang membuat keributan sehingga siswa lain jadi terganggu serta tidak semua materi pelajaran dapat disampaikan dengan strategi permainan atau strategi yang sama.
Madrasah Aliyah Negeri 03 (MAN 03) Palembang adalah salah satu Madrasah
Aliyah Negeri yang berada di kota Palembang. Madrasah Aliyah Negeri 03
(MAN 03) Palembang mempunyai tiga program studi yaitu, program reguler,
program bilingual dan program akselerasi. Madrasah Aliyah Negeri 03 (MAN
03) Palembang adalah satu-satunya Madrasah Aliyah Negeri di kota
Palembang yang mempunyai program studi akselerasi.
Sehubungan dengan program studi akselerasi ini yang menyelesaikan atau
menamatkan sekolah lebih cepat satu tahun dari program reguler dan
program bilingual yang memakan waktu selama tiga tahun. Dengan demikian
timbul ketertarikan untuk mengobservasi awal atau survei terhadap proses
pembelajaran di kelas akselerasi ini.
Dalam observasi awal difokuskan untuk melihat metode yang dipakai dalam
proses belajar mengajar. Pelajaran yang menjadi titik fokus adalah
pelajaran fiqih agar sesuai dengan ilmu pendidikan Islam. Dalam
observasi awal ini diketahui bahwa proses pembelaran fiqih berlangsung
secara aktif seperti, siswa-siswi bergiliran mendemonstrasikan
materi-materi fiqih yang bersifat praktek, terdapat diskusi yang proses
pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator dan penengah
permasalahan yang mungkin perlu bagi siswa untuk diluruskan, terjadinya
tanya jawab yang sangat baik, dan yang cukup menarik adalah selalu
merubah posisi tempat duduk siswa-siswi seperti huruf U, meja
konferensi, lingkaran, dan kelompok yang bertujuan agar siswa-siswi
tidak jenuh dan dapat berperan aktif dalam proses belajar mengajar.
Walaupun juga ada beberapa siswa-siswa yang kurang mengikuti cara
pembelajaran seperti ini. Dari beberapa keaktifan yang ada sehingga
peneliti tertarik untuk menghubungkan proses keaktifan yang dilakukan di
kelas akselerasi dengan konsep atau teori tentang belajar aktif. Apakah
sudah sesuai dengan prinsip dan kriteria pembelajaran aktif, karena
masih terdapat siswa yang tidak begitu mengikuti pembelajaran ini.
Oleh karena itu untuk mengetahui lebih dalam tentang metode
pembelajaran fiqih ini. Maka penulis berminat melakukan penelitian dan
menulisnya ke dalam sebuah karangan ilmiah dengan judul: Metode Pembelajaran Fiqih Berbasis Active Learning di Kelas Akselerasi MAN 03 Palembang.
Perumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Metode apa saja yang pakai dalam proses pembelajaran fiqih di kelas akselerasi MAN 03 Palembang ?
2. Bagaimana implementasi metode pembelajaran fiqih berbasis active learning di kelas akselerasi MAN 03 Palembang ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung metode pembelajaran fiqih berbasis active learning di kelas akselerasi MAN 03 Palembang?
Dalam
penelitian ini peneliti membatasi permasalahan pada pelajaran fiqih
dengan metode ceramah, diskusi, kelompok, demonstrasi dan tanya jawab.
Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan batasan masalah dan rumusan masalah yang menjadi fokus
penelitian, seperti dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui metode yang dipakai proses pembelajaran fiqih di kelas akselerasi MAN 03 Palembang.
2. Untuk mengetahui implementasi metode pembelajaran fiqih berbasis active learning di kelas akselerasi MAN 03 Palembang.
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung metode pembelajaran fiqih berbasis active learning di kelas akselerasi MAN 03 Palembang.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis kegunaan penelitian ini adalah:
1. Bagi Akademik dapat menambah/memperkaya kajian dibidang ilmu metode pembelajaran berbasis active learning
2. Bagi peneliti, dapat menjadi masukan atau sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti hal yang sama.
Sedangkan secara praktis kegunaan penelitian ini adalah
1. Bagi sekolah dapat menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan metode berbasis active learning.
2. Bagi para guru dapat menjadi masukan untuk memperbaiki cara mengajar.
Tinjauan Pustaka
Ita Isdianti (STAIN Surakarta, 2006), dengan judul skripsi Pelaksanaan Metode Active Learning dalam Pembelajaran PAI Anak Kelas III SD Al Azhar Islam 28 Solo Baru. mengangkat permasalahan Pelaksanaan Metode Active Learning dalam Pembelajaran PAI anak kelas III SD Al Azhar Islam 28 Solo Baru,
pelaksanaan metode belajar aktif atau active learning sangat diperlukan
agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan optimal dan terciptanya
hubungan timbal balik antara siswa dan guru.
Skripsi Ahmad Zanin Nu’man tahun 2007 berjudul “Metode
Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah
Keagamaan Darul Falah Sirahan Kecamatan Cluwak Kabupaten Pati Tahun
Pelajaran 2006/2007", skripsi ini meneliti tentang meneliti tentang metode-metode active learning dalam pembelajaran bahasa arab, pola-polanya dan efektivitasnya.
Aenun Hakimah (UIN Sunan Kalijaga 2009), dengan judul tesis Penerapan Strategi Active Learning Dalam Pembelajaran Fiqh
( Studi di Kelas Wustho Madrasah Diniyah Miftahul Huda Desa Mandiraja
Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang ). Tesis ini meneliti tentang
penerapan stategi active learning dalam pembelajaran fiqh di kelas Wustho Madrasah Diniyah Miftahul Huda, komponen-komponen active learning dalam pembelajaran fiqh, pelaksanaan strategi active learning dalam pembelajaran Fiqh serta tanggapan siswa tentang penerapan strategi active learning dalam pembelajaran Fiqh.
Nurliyah, dalam Jurnal Pendidikan Inovati, Jilid 4 , Nomor 1, September 2008, yang berjudul Upaya Guru dalam Meningkatkan Prestasi Siswa, berisikan upaya guru dalam meraih prestasi siswa dilakukan dengan mengadakan, pertama
bimbingan secara terprogram dengan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai prestasi,
bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik dengan menggunakan
model pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan, kedua bimbingan kelompok dengan cara guru memberikan guru melaksanakan bimbingan kelompok baik di dalam maupun diluar, ketiga bimbingan individu, pemberian penghargaan, dan bimbingan terpadu.
Penelitian
yang dilakukan oleh Gordon Dryden dan Jeannette Vos. Hasil penelitian
mereka menghasilkan buku yang berjudul “ Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution) : Keajaiban Pikiran Sekolah Masa Depan”. Buku ini diterjemahkan oleh Word+Translation Service
dan diterbitkan oleh penerbit Kaifa, Jakarta, pada tahun 2001. Buku ini
menjelaskan bahwa setiap kita memiliki otak dan kemampauan yang
mengagumkan, bejalar dengan cara yang tepat dan menyenangkan, dan
beberapa kiat yang cemerlang dalam menghadapi berbagai problema belajar.
Buku ini dijadikan tinjauan pustaka penulis, karena “revolusi cara
belajar” merupakan bagian penting dalam pemebelajaran active learning.
Sudah kita ketahui bersama sampai sekarang ini peserta didik lebih
banyak menerima atau pasif menunggu apa yang akan disampaikan oleh
seorang guru. Oleh karena itu dengan adanya kesadaran untuk aktif dalam
proses belajar mengajar diharapkan peserta didik berperan aktif mencari
informasi dan mengeksplorasikan ide-ide yang didapat.
Dari beberapa hasil penelitian di atas belum ada yang meneliti active learning sebagai basis dari metode yang dipakai dalam proses belajar mengajar, terutama dalam pelajaran fiqih.
Kerangka Teori
Dalam
dunia proses belajar mengajar, yang disingkat PBM, sebuah ungkapan
populer di kenal dengan “metode jauh lebih penting dari pada materi”.
Demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran, sebuah
proses belajar mengajar bisa dikatakan tidak berhasil bila dalam proses
tersebut tidak menggunakan metode. Karena metode menempati posisi kedua
terpenting setelah tujuan dari sederetan kompone-komponen pembelajaran;
tujuan, metode, materi, media dan evaluasi (Armai Arief 2002, hal. 109).
Metode pembelajaran
dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran
yang dapat digunakan untuk dimplementasikan dalam pembelajaran, di
antaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5)
laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) debat...
(http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik
-taktik-dan-model-pembelajaran).
Metode pendidikan Islam adalah cara yang dapat ditempuh dalam
memudahkan pencapaian tujuan pendidikan Islam. perkembangan metode
pendidikan Islam diukur dari seberapa modern cara yang dipakai dalam
proses tersebut. Karena pada dasarnya metode-metode tidak ada yang
tertinggal pada setiap periode. Malaupun banyak metode yang lahir sesuai
dengan perkembangan pemikiran dan kebutuhan zaman (Arma’i Arief 2002,
hal. 50).
Pembelajaran
merupakan proses yang lebih menekankan kepada upaya untuk mewujudkan
terjadinya proses belajar dari siswa. Dalam hal ini maka siswa menjadi
pelaku yang lebih dominan daripada guru. Sehingga pembelajaran lebih
menunjukkan pada terjadinya belajar secara aktif (Imam Ma’ruf 2009, hal 77).
Adapun Pembelajaran aktif (active learning)
dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki
oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar
yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.
Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga
dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju
pada proses pembelajaran. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu.
Pembelajaran
aktif bukan berarti belajar hanya sekedar dengan senang-senang, kendati
kegiatan belajar ini memang bisa menyenangkan dan tetap dapat
mendatangkan manfaat. Sesungguhnya banyak teknik aktif yang memberi
siswa tantangan yang menuntut kerja keras( Silberman 2006, hal. 31).
Active learning
(belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan
memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran,
sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak
menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning
(belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka,
sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan
sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi
pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan
pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan
secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar
secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian
rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk
belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Dapat
dipahami bahwa belajar aktif adalah belajar yang menjadikan suasana
bagi peserta didik untuk bekerja keras dalam proses belajar mengajar,
bukan berarti belajar yang selalu dengan canda tawa tanpa manfaat.
Menurut Taslimuharrom (2008, hal. 44) sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
1 Keterlekatan pada tugas (Commitment)
Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran hendaknya bermanfaat bagi siswa (meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant), dan bersifat/memiliki keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal);
2 Tanggung jawab (Responsibility)
Dalam
hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan wewenang kepada siswa
untuk berpikir kritis secara bertanggung jawab, sedangkan guru lebih
banyak mendengar dan menghormati ide-ide siswa, serta memberikan pilihan
dan peluang kepada siswa untuk mengambil keputusan sendiri.
3 Motivasi (Motivation)
Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsic siswa. Motivasi
intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam
perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa
adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan
langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
Dorongan mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan
untuk masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif
lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan
keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar siswa akan meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada siswa (student centered learning).
Guru mendorong siswa untuk aktif mencari, menemukan dan memecahkan
masalahnya sendiri. Ia tidak hanya menyuapi murid, juga tidak seperti
orang yang menuangkan air ke dalam ember.
Dalam
pembelajaran aktif, fokus utamanya adalah menciptakan berbagai kondisi
yang memungkin para siswa menggunakan waktu sebnyak-banyaknya untuk
belajar. Para pengajar dalam konsep pembelajaran aktif tidak melakukan
tugasnya untuk mentransfer ilmunya kepada siswa. Pembelajaran aktif
menempatkan para pengajar sebagai seorang fasilitator, atau dinamisator
yang bertugas untuk menciptakan kondisi di kelas agar kondusif untuk
terjadinya proses belajar siswa (Imam Makruf 2009, hal. 78).
Dari
penjelasan di atas bahwa pembelajaran aktif merupakan bentuk
pembelajaran yang sangat memperhatikan proses. Menitik beratkan pada
keaktifan peserta didik dengan memperhatikan segala aspek yang mendukung
terciptanya proses pembelajaran yang aktif.
Defenisi Istilah dan Konsep
Agar
tidak terjadi kesalahan dalam memahami maksud yang ada dalam judul
tesis ini, maka akan kami jelaskan defenisi operasional sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran
Metode
mengajar ialah alat yang merupakan perangkat atau bagian dari suatu
strategi pengajaran (Usman 2002, hal. 22). Metode mengajar juga dapat
diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (Depag 2001,
hal. 88). Metode digunakan dalam proses belajar mengajar hendaknya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan seperti faktor peserta didik. Demikian halnya pula
pemilihan metode dalam pembelajaran fiqih berbasis active learning.
Metode
adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksana kegiatan
guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Depdibud, 1995 hal. 218).
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru untuk
menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena berlangsung dalam interaksi
edukatif maka metode dapat diartikan sebagai cara yang digunakan guru
dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pembelajaran (Kasinyo Harto dan Abdurrahmansyah 2009, hal. 50). Dalam
hal ini adalah cara yang digunakan dalam pembelajaran fiqih.
2. Berasis Active Leraning
Kata berbasis berasal dari kata “basis” yang berarti azas atau dasar
dan mendapat awalan “ber” yang berarti menjadikan sesuatu sebagai
(Depdiknas, 2003: 82). Jadi kata berbasis menjadikan sesuatu sebagai
azas atau dasar.
Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala hal dengan menggunakan segala daya. “Learning” berasal dari bahasa Inggris yang berarti pembelajaran. Pembelajaran
yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan semua siswa
dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual (htttp://id.wordpress.com/tag/artikel-pendidikan). Dalam hal ini adalah pembelajaran fiqih yang berbasis aktif.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa metode pembelajaran fiqih berbasis aktive
learnig adalah cara yang diguanakan dalam pembelajaran dengan menjadi
siswa sebagai pusat pembelajaran dan pendidi menajadi fasilitator dan
bahkan menjadi partner belajar bagi perserta dididk.
Metodologi Penelitian
Metode
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, karena data yang ada
merupakan data yang pasti, yaitu data yang sebenarnya terjadi
sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar melihat, mengucap tapi data
yang mengandung makna dibalik dan dilihat dan terucap tersebut.
Pada prinsipnya metode penelitian merupakan suatu cara yang ditempuh
berdasarkan kajian ilmiah untuk mendapatkan data tujuan tertentu.
Tentunya kajian ilmiah ini didasarkan pada metode keilmuan yang berupa
usaha untuk menemukan, penelitian. Melalui cara ilmiah inilah,
diharapkan data yang diperoleh adalah data yang objektif, valid dan
realible (Anas Sugiono 2007, hal. 34).
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan atau cerita yang dapat
menggambarkan dari permasalahann yang diteliti atau melakukan kaji
ulang, bertanya pada orang lain, menghimpun informasi yang sejenis untuk
memperoleh kesimpulan yang sama. Interpretasi terhadap isi dibuat dan
disusun secara sistemik/menyeluruh dan sistematis (Amirul Hadi dan
Haryono 2005, hal. 14).
Sedangkan menurut Iskandar (2008 hal. 17) pendekatan kualitatif
merupakan pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman yang mendalam
dan menyeluruh berhubungan dengan objek yang diteliti bagi menjawab
permasalahan untuk mendapat data-data kemudian dianalisis dan mendapat
kesimpulan penelitian dalam situasi dan kondisi yang tertentu.
Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu primer dan skunder
1. Data primer
Dara
primer adalah data yang didapat dari sumber pertama (Burhan Bungin
2001, hal. 129). Data primer diperoleh dari hasil penggalian oleh
peneliti sendiri dalam hal ini menggunakan observasi, dokumentasi dan
wawancara atau data yang diperoleh langsung dari informan.
2. Data skunder
Data
skunder adalah data yang sudah ada atau data hasil penelitian dari
pihak lain , buku-buku ilmiah, dokumen jurnal atau peraturan yang
mempunyai hubungan dengan penelitian ini
Sumber data
Pada
penelitian sumber data akan didapat dari beberapa informan yang sesuai
atau berkompeten dan relevan dengan penelitian. Adapun para informan
tersebut adalah kepala Madrasah Aliyah Negeri 03 Palembang, wakil kepala
kurikulum , Guru Fiqih dan siswa-siswi akselerasi.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini memakai beberapa teknik sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan, yaitu:
1. Observasi,
melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang tampak pada objek penelitian (Nawawi 2003, hal.
100). Teknik ini digunakan untuk mengamati langsung kegiatan dan proses
pembelajaran:
1). Kegiatan dan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru seperti metode yang dipakai guru fiqih dan suasana pembelajaran.
2) Keadaan
siswa dalam pembelajaran, ( keaktifan siswa dalam belajar misalnya
siswa aktif berdiskusi, bertanya (kritis), siswa aktif menjawab).
2. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti
arsip-arsip, dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil
dan hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (S.
Margono 1997, hal. 181). Teknik yang digunakan peneliti dalam mencari
sumber baik referensi dari buku-buku tentang Active learning, strategi pembelajaran, proses belajar mengajar, prestasi siswa dan sumber lain yag diperlukan. Teknik
ini juga dapat dipakai oleh peneliti dalam mengumpulkan data-data
sekolah seperti: sejarah dan letak geografis sekolah, keadaan sarana dan
prasarana, stuktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa dan data
nilai bahasa arab siswa .
3. Wawancara
Wawancara
dipergunakan untuk memperoleh keterangan maupun penjelasan dari sumber
informasi (informan) dengan jalan melakukan wawancara langsung dan
mendalam untuk mendapat informasi yang akurat (Yin 2003, hal. 134).
Selanjutnya dijelaskan bahwa peran informan kunci sangat penting dalam
keberhasilan penelitian. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data berupa informasi dari guru fiqih tentang metode pembelajaran fiqih berbasis active learning.
Teknik ini juga digunakan untuk mendapatkan data berupa informasi dari
kepala sekolah tentang sejarah dan letak geogafis serta perkembangan MAN
3 Palembang serta siswa-siswi untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap
metode pembelajaran fiqih berbasis active learning.
.
Teknik Analisis Data
Melakukan
analisis berarti melakukan kajian untuk struktur suatu fenomena (Gay
1987, hal. 211). Analisa data dilakukan dengan menguji kesesuaian antara
data yang satu dengan data yang lain. Penulis menggunakan metode
kualitatif deskriptif untuk menganalisis data penelitian. Metode
kualitatif deskriptif yaitu menututurkan dan menafsirkan data yang ada
sehingga membuat data yang ada menjadi berarti. Selanjutkanya datang
terkumpul dibahas kemudian diambil kesimpulan yang umum atau
mengumpulkan data kemudian mengambil suatu kesimpulan.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis data adalah sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Iskandar (2008, hal. 256) yaitu:
1. Pengorganisasian data dilakukan setelah data yang diperoleh dari setiap pertanyaan penelitian yang sudah dianggap memadai.
2. Menafsirkan dan merumuskan data tentang penelitian.
3. Mengambil kesimpulan akhir terhadap data-data dalam bentuk temuan umum dan temuan khusus.
Jadwal dan Langkah-langkah Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan ke 1
|
Bulan ke 2
|
Bulan ke 3
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
Penyusunan
Proposal
|
x
|
x
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Menentukan Fokus Observasi, Perisiapan daftar pertanyaan
|
|
|
x
|
x
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Memasuki lapangan
|
|
|
|
|
x
|
x
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Analisis data
|
|
|
|
|
|
|
x
|
x
|
|
|
|
|
5
|
Membuat Draf laporan penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
x
|
x
|
|
|
6
|
Penyempurnaan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
x
|
x
|
Rencana Susunan Bab
Untuk mempermudah menganalisa dan membahas hasil penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab
pertama bagian pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi, metodologi,
analisa data dan rencana susunan bab.
Bab kedua merupakan landasan teori yang meliputi pengertian metode, faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan metode, kelebihan dan kelemahan metode yang dipakai, guru fiqih dan fungsi guru fiqih, landasan pembelajaran fiqih , tujuan pembelajaran fiqih, pengertian dan konsep pembelajaran active learning, prinsip-prinsip pembelajaran berbasis active learning, faktor-faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran fiqih berbasis aktif (active learning).
Bab
ketiga deskripsi wilayah penelitian yang berisikan sejarah MAN 3 Pakjo
Palembang, struktur organisasi sekolah, keadaan guru, keadaan siswa,
struktur organisasi siswa, keadaan sarana dan prasarana serta proses
belajar mengajar.
Bab
keempat merupakan analisis permasalahan yang berisikan tentang metode
pembelajaran fiqih di kelas akselerasi MAN 03 Palembang, implementasi
metode pembelajaran fiqih berbasis aktif learning di kelas akselerasi
MAN 03 Palembang dan faktor penghambat dan pendukung metode pembelajaran
fiqih berbasis aktif learning di kelas akselerasi MAN 03 Palembang.
Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan beberapa kesimpulan, saran dan implikasi. Pada bagian akhir dicantumkan referensi, biodata dan lampiran-lampiran.
Referensi
Abdullah, Amin 2001. “Problem Epistimologis-Metodologis Pendidikan Agama”, dalam Munir Mulkhan, dkk, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren Religiusitas Iptek. Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
Arief, Armai 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputat Pers, Jakarta.
Azra, Azyumardi 2001. Rekonstruksi Kritis Ilmu dan Pendidikan Islam dalam Munir Mulkhan, dkk, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren Religiusitas Iptek. Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
Badan Hukum Pendidikan 2009. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Kesindo Utama, Surabaya.
Daradjat, Zakiyah 2000. Methodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Bumi Aksara, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Depag RI. 2001. Metodologi Pendidikan Islam. Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta.
Mulyasa, E., 2004.Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Gay 1987, Education Research, Third Edition. International Univercity, Florida.
Hadi, Amirul dan Haryono 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan, CV. Pustaka Setia, Bandung.
Hamalik, Oemar 1995 Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara, Jakarta.
Iskandar 2008. Metodologi Penelitian dan Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kuantitatif. Gaung Persada Pres, Jakarta.
Junaedi 2008. Strategi Pembelajaran. LAPIS, Surabaya.
Namsa, Yunus 2000. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Pustaka Firdaus, Ternate.
Ramayulis 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta.
Silberman 2006. Active Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif (terjemahan Raisul Muttaqin). Nusamedia, Bandung.
Supriawan, Dedi dan Surasega, A. Benyamin 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). FPTK-IKIP Bandung, Bandung.
Syamsuddin, Abin dan Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Rosda Karya Remaja, Bandung.
Taslimuharrom. 2008. Metodologi PAKEM. Artikel Pendidikan.
Uno, Hamzah B. 2008, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Bumi Aksara, Jakarta.
Usman, Basyarudin 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Ciputat Press, Jakarta.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Yusuf, Tayar dan Anwar, Syaiful Anwar 1995. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Baca Juga Artikel Di Bawah Ini: